Hidayatullah.com–Seorang mantan profesor di sebuah universitas di Florida, Amerika Serikat, pekan ini dideportasi setelah bertahun-tahun bertarung di pengadilan membantah tuduhan dirinya membantu sebuah organisasi “teroris” Palestina.
Sami Al-Arian meninggalkan Amerika Serikat hari Rabu malam (4/2/2015) dengan menumpang pesawat komersial dari Washington Dulles International Airport di Virginia, kata departemen Keamanan Dalam Negeri AS lewat sebuah pernyataannya, dikutip Reuters (7/2/2015).
Al-Arian terbang menuju Turki, demikian menurut tulisan yang dimuat dalam blog penasihat hukumnya, Jonathan Turley.
Kasus Al-Arian, mantan profesor ilmu komputer di University of South Florida di Tampa, itu sempat mendapatkan perhatian internasional. Pasalnya, kasus tersebut menguji kekuatan pemerintah Amerika Serikat dalam penerapan Patriot Act, undang-undang yang dipakai Gedung Putih untuk memburu orang-orang yang dituduh sebagai teroris atau pendukungnya di manapun mereka berada dengan alasan demi keamanan negaranya.
Al-Arian ditangkap tahun 2003 dengan tuduhan memberikan uang kepada kelompok Jihad Islam, sebuah organisasi pejuang Palestina yang dimasukkan ke dalam daftar kelompok teroris oleh Amerika Serikat.
Di pengadilan juri membebaskan 8 dakwaan dari total 17 dakwaan atas Al-Arian, dan tidak mencapai kesepakatan dalam memutuskan dakwaan yang tersisa. Perlu diketahui, dalam sistem peradilan dengan juri, vonis bersalah/tidak ditentukan para anggota juri lewat pemungutan suara tertutup (rahasia) dan hakim hanya mengetok palu memberikan vonis hukuman. Hakim tidak bisa menghukum terdakwa jika juri tidak mencapai kesepakatan apakah terdakwa bersalah atau tidak.
Tahun 2006, Al-Arian kemudian mengajukan pengakuan bersalah atas satu dakwaan, yaitu berkonspirasi memberikan bantuan kepada organisasi pejuang Palestina tersebut. Dia setuju untuk dideportasi setelah menjalani masa hukumannya.
Namun dalam perkembangannya, Al-Arian dijegal lagi secara hukum oleh kejaksaan Amerika di wilayah Virginia. Tahun 2008, dia didakwa melakukan pelecehan terhadap lembaga peradilan karena menolak untuk bersaksi di kasus terpisah lainnya. Namun, dakwaan itu kemudian dibatalkan pada bulan Juni.
Dalam blognya, Turley, pengacara yang mendampingi Al-Arian dalam pertarungan hukumnya di Amerika Serikat menulis bahwa kasus kliennya mengambarkan bagaimana bermasalahnya proses hukum yang ada, serta isu-isu kebebasan akademik dan kebebasan berpendapat.
Turley mengatakan Al-Arian sepertinya masih akan terus menulis dan mengajar di Turki, meskipun tidak diketahui di mana dia akan mengajar nantinya.
Di dalam blognya Turley juga menuliskan pernyataan dari Al-Arian, yang mengatakan bahwa meskipun perjalanan panjang dan berliku serta berbagai kesulitan dan kesusahan harus dialami oleh keluarganya akibat kasus itu, dia pergi dengan tanpa membawa kegetiran atau kebencian dalam hatinya.*