Hidayatullah.com—Untuk pertama kalinya sejak penggulingan kekuasaan presiden Muhammad Mursy pada 3 Juli lalu, ratusan orang kembali berkumpul di Lapangan Tahrir di Kairo Senin malam (18/11/2013) . Kali ini mereka menyuarakan perlawanan terhadap Al-Ikhwan, militer dan antek Mubarak yang dianggapnya telah membajak “revolusi rakyat.”
Sekitar 400 orang berkumpul di depan monumen peringatan korban tewas revolusi, yang baru diresmikan oleh perdana menteri sementara Hazem el-Beblawi Senin pagi.
Dalam aksinya para demonstran mengecam Al-Ikhwan al-Muslimun, militer dan feloul (orang-orang pendukung Mubarak).
Aksi unjuk rasa di Tahrir itu merupakan cabang dari aksi yang lebih besar di Lapangan Abdin, dalam rangka mengenang bentrokan berdarah antara aparat dan demonstran Nopember 2011 di Jalan Muhammad Mahmud, yang menyebabkan 47orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka.
Sekitar 3.000 orang berkumpul di dekat rumah Jabar “Jika” Salah, pria yang terbunuh dalam peringatan pertama bentrokan Muhammad Mahmud tahun 2012.
Panitia penyelenggara sengaja memajukan jadwal acara mereka sehari dari tanggal sebenarnya untuk menghindari bentrokan dengan pihak keamanan.Sementara kelompok-kelompok anti-militer dan anti-Ikhwan berencana melakukan demonstrasi pada hari Selasa ini (19/11/2013) di Jalan Muhammad Mahmud.
Para pengunjuk rasa bersumpah tidak memperbolehkan pendukung Al-Ikhwan untuk ikut serta dalam peringatan di Lapangan Tahrir itu, karena menurut mereka Al-Ikhwan al-Muslimun berpihak kepada Dewan Teringgi Angkatan Bersenjata menentang demonstran ketika terjadi peristiwa berdarah di Jalan Muhammad Mahmud.
Di jalan menuju Lapangan Tahrir, para aktivis memasang spanduk bertuliskan “Ikhwan, Militer, Feloul Dilarang Masuk.”
Demonstran mencoreti tugu peringatan untuk mengenang demonstran yang diresmikan pemerintahan sementara itu dengan grafiti, sebab mereka menilai pemerintahan sekarang sama buruknya dengan militer dan Al-Ikhwan yang membunuhi para demonstran.
Sebagaimana diketahui, saat Mursy berkuasa sejumlah demonstran juga tewas di depan istana kepresidenan, setelah bentrok dengan kelompok pendukung Al-Ikhwan yang berusaha mengusir mereka dari depan istana dan diusir aparat. Dan aparat, selama pemerintahan sementara ini, masih menggunakan kekerasan dalam menghadapi demonstran.
Pascakudeta 3 Juli lalu, Lapangan Tahrir disterilkan dari para demonstran. Lapangan ikon runtuhnya rezim Husni Mubarak itu hanya dipakai publik ketika Menteri Pertahanan Jenderal al-Sisi, yang juga panglima angkatan bersenjata, meminta dukungan rakyat dalam memerangi gangguan keamanan di dalam negeri pada 26 Juli dan peringatan Perang Mesir-Israel pada 6 Oktober.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Demonstran pro-Ikhwan pada 1 Oktober lalu berusaha masuk dan menduduki Lapangan Tahrir, tetapi mereka diusir oleh para pemilik toko dan pedagang kaki lima di kawasan tersebut.
Berhasilnya kelompok pro-revolusi masuk ke Lapangan Tahrir pada Senin malam itu menurut salah satu aktivisnya, Hatem Tallima, merupakan pesan kepada penguasa bahwa mereka akan memerangi munculnya kembali pemerintahan yang represif, lansir Ahram Online.*