Hidayatullah.com—Presiden Ukraina yang digulingkan dan melarikan diri ke Rusia, Viktor Yanukovych, mengaku bahwa dirinya “salah” telah mengundang tentara Rusia ke Krimea dan berjanji akan membujuk Moskow agar mengembalikan wilayah semenanjung dekat Laut Hitam itu kepada Ukraina.
Hal tersebut diakui Yanokovych hari Rabu (2/4/2014) dalam wawancara pertamanya dengan media sejak dipaksa meninggalkan jabatannya, menyusul unjuk rasa rakyat selama 3 bulan memprotes korupsi dan keputusannya untuk lebih mendekat ke Rusia ketimbang ke Uni Eropa.
Dengan sikap defensif dan mata agak berkaca-kaca, Yanukovych mengatakan kepada Associated Press dan stasiun televisi Rusia NTV bahwa dirinya masih berharap dapat membujuk Presiden Rusia Vladimir Putin supaya mengembalikan wilayah yang didudukinya itu ke Ukraina.
“Saya salah,” kata Yanukovych. “Saya bertindak mengikuti emosi.”
“Krimea itu tragedi, sebuah tragedi besar,” kata pria berusia 63 tahun itu, seraya menegaskan bahwa pengambilalihan Krimea itu tidak akan terjadi apabila dirinya masih tetap berkuasa.
Rusia menganeksasi Krimea bulan Maret lalu setelah referendum yang legalitasnya dipermasalahkan Ukraina dan negara-negara Barat.
Yanukovych mengaku sudah dua kali melakukan pembicaraan telepon dan sekali berbicara langsung dengan Putin sejak tiba di Rusia. Dia mengaku pembicaraan di antara mereka “sulit” dan berharap masih ada kesempatan untuk membicarakan pengembalian Krimea ke Ukraina.
“Kita harus mencari jalan … sehingga Krimea mendapatkan tingkat independensi semaksimal mungkin tetapi tetap menjadi bagian dari Ukraina,” kata Yanukovych.
Mantan pemimpin Ukraina itu mengatakan, hasil referendum Krimea -di mana rakyat sebagian besar memilih bergabung dengan Rusia- merupakan respon rakyat yang mereasa terancam oleh kelompok-kelompok nasionalis radikal di Ukraina.
Dalam satu dekade terakhir, sudah dua kali Yanukovych kehilangan jabatannya sebagai presiden. Pada tahun 2004, Yanukovych yang terpilih sebagai presiden lewat pemilu dilengserkan oleh Revolusi Oranye yang menuntut agar hasil pemilu dibatalkan karena dinilai terjadi pemalsuan suara.
Menyinggung tudingan korupsi, dalam wawancara itu Yanukovych mengatakan bahwa dia membangun rumahnya yang dinilai bak istana di pinggiran ibukota Kiev dengan uangnya sendiri.
Yanokovych juga menolak bertanggung jawab atas kematian sekitar 80 demonstran oleh penembak jitu saat terjadi unjuk rasa bulan Februari lalu di Kiev.*