Hidayatullah.com–Para pendakwah yang datang ke tanah Melayu lebih memilih bahasa Melayu sebagai bahasa Islam. Ini dikarenakan bahasa Melayu di masa dahulu masih kosong dari mitos-mitos dan worldview Hindu-Budha. Demikian dijelaskan oleh Prof. Wan Mohd Wan Daud.
Direktur Centre for Advanced Studies on Islam, Science and Civilization (CASIS) Malaysia, menjelaskan bahwa bahasa Melayu yang masih ‘kosong’ itu kemudian diislamisasi dengan dimasuki unsur-unsur worldview Islam melalui istilah-istilah.
“Bahasa Melayu dulu bukan bahasa unggul, hanya bahasa pesisir, bahasa pinggiran. Sedangkan bahasa Jawa merupakan bahasa unggul yang mengandung unsur worldview Budha”, ujarnya kepada hidayatullah.com dan inpasonline.com saat berkunjung ke rumahnya.
Atas alasan itu, menurut Profesor pakar filsafat pendidikan ini, para pendakwah memilihnya sebagai wasilah penting untuk mengubah pandangan hidup orang-orang Melayu Nusantara.
Selain itu Islamisasi dilakukan dengan mengadaptasi dengan bahasa lokal. Bukan mengubah menjadi Arab semua.
“Kita bukan menolak semua, juga bukan menerima semua,” tegasnya.
Sebab, katanya, Islamisasi itu bukan gerakan ‘anti’ tapi memilih mana yang sesuai dengan pandangan hidup Islam dan mana yang tidak.
“Memang, Islamisasi melibatkan kata-kata kunci bahasa Arab, seperti Allah, Rasul, dan Malaikat, Kitab. Tapi Islamisasi juga menggunakan kata-kata pra-Islamic dengan makna baru,” kata Prof. Wan di Kuala Lumpur.
Istilah-istilah pra-Islamic yang diislamkan maknanya diantaranya adalah kata “Tuhan”, “dosa”, “surga”, “neraka”, “budhi” dan lain-lain.
“Islamisasi adalah mengubah kata-kata pra-islamic dengan makna worldview Islam,” tambahnya.
“Karena itu, bahasa Melayu sebenarnya mengandung worldview Islam”.
Selain itu, Prof. Wan Mohd menyampaikan pesan bahwa bangsa Melayu, baik Indonesia dan Malaysia harus bersatu, karena dua negeri ini lahir dari satu rumpun.
“Kita satu bangsa, jika Melayu lemah, Islam kalah,” ujarnya.
Ia mengaku sedih jika ada orang-orang Melayu sendiri yang saling hujat dan memusuhi. Karena itu a menganjurkan agar antara Indonesia dan Malaysia berhubungan lebih erat.
“Indonesia adalah abang kita. Penting sekali kita mempelajari sejarah,” tambahnya sembari menasehati agar tidak ada caci-maki sesama bangsa Melayu.*