Hidayatullah.com—Hasil awal perhitungan suara dalam pemilihan presiden di Mesir tahun 2014 ini menunjukkan Abdul Fattah Al-Sisi akan menang mutlak dari lawannya Hamdeen Sabahi, meskipun tingkat partisipasi pemilih rendah.
Dari perhitungan di 15 persen tempat pemungutan suara (TPS), media pemerintah Mesir melaporkan Al-Sisi unggul dengan 93 persen suara dalam pemilihan tanggal 26-27 Mei dan diperpanjang sehari pada 28 Mei.
Kembang api bertebaran di langit Kairo, tidak lama begitu hasil perolehan suara mulai diumumkan. Para pendukung Al-Sisi, mantan menteri pertahanan yang mundur dari dinas kemiliteran dengan pangkat jenderal, berkerumun dan membisingkan suasana ibukota dengan suara klakson mobil sambil mengibar-kibarkan bendera.
Sekitar 1.000 orang menyemut di Lapangan Tahrir, simbol perlawanan rakyat terhadap pemerintahan diktator Husni Mubarak tahun 2011 dan harapan rakyat agar demokrasi bebas dari pengaruh militer.
“Kami senang karena Sisi mendapat banyak suara, hasilnya akan keluar dalam satu jam, kami di sini untuk merayakannya,” kata Kawther Mohamed, yang pergi ke Tahrir bersama anak-anak perempuannya kepada Reuters dikutip Aljazeera (29/4/2015).
Dari 54 juta pemilik suara, hanya 44,5 persen yang menggunakan hak pilihnya, kata sumber-sumber kehakiman, meskipun kesempatan untuk memilih di TPS diperpanjang satu hari pada Rabu (28/5/2014). Angka itu masih di bawah hampir 52 persen suara yang dimenangkan oleh Mursy dalam pemilu 2012, pemilu pertama setelah rezim Mubarak ditumbangkan.
Perpanjangan satu hari yang diputuskan oleh komisi pemilu dengan tujuan meningkatkan jumlah partisipasi pemilih mengundang protes dari banyak pihak termasuk kandidat presiden Hamdeen Sabahi, yang menyebutnya sebagai upaya untuk mengacaukan suara aspirasi rakyat.
Al-Ikhwan Al-Muslimun yang mengajak rakyat untuk memboikot pemilu kali ini, bersorak melihat kenyataan sedikitnya pemilih yang menggunakan hak suaranya.
“Rakyat Mesir yang hebat telah memberikan tamparan baru kepada peta jalam kudeta militer dan … menuliskan sertifikat kematian bagi kudeta militer,” kata sayap politik Al-Ikhwan, Partai Kebebasan dan Keadilan.
Anggota Al-Ikhwan menjadi sasaranpenangkapan besar-besaran oleh aparat pasca digulingkannya Mursy dari kursi kepresidenan, menyusul demonstrasi besar-besaran rakyat yang menentang pemerintahannya selama beberapa hari yang kemudian mendorong militer melengserkannya pada 3 Juli 2013.
Tidak hanya itu, Al-Ikhwan kemudian ditetapkan sebagai organisasi terlarang, menyusul berbagai aksi demonstrasi dan kerusuhan di berbagai wilayah Mesir yang melibatkan Al-Ikhwan dan pendukung Mursy.
Semua tokoh utama Al-Ikhwan sekarang mendekam dalam penjara atau berada di pengasingan di luar negeri. Mursy sendiri sedang menjalani sidang dengan berbagai dakwaan, termasuk kasus kematian sejumlah demonstran anti-Mursy di depan istana kepresidenan yang bentrok dengan pendukungnya.*