Hidayatullah.com–Presiden Filipina Benigno Aquino hari Rabu mengirimkan kepada parlemen usulan undang-undang yang memberi otonomi kepada minoritas Muslim, sebuah langkah penting dalam upaya mengakhiri pemberontakan.
Pengajuan ke kongres itu dilihat sebagai hal signifikan karena berarti Aquino dan Moro Islamic Liberation Front (MILF) telah mencapai kesepakatan, setelah perundingan penuh ketegangan selama berbulan-bulan, terkait landasan hukum otoritas pemerintahan Muslim di bagian selatan negara itu, Mindanao.
“Kami telah mencapai langkah selanjutnya menuju Mindanao yang lebih damai dan progresif,” kata Aquino setelah memberikan usulan undang-undang baru itu kepada para pemimpin kongres dikutip DW DE.
Ia menyerukan diterimanya aturan yang ia usulkan itu “sesegera mungkin” yang akan memungkinkan para pemimpin MILF memerintah di wilayah yang luasnya mencapai sepersepuluh daratan Filipina.
Aquino mengatakan langkah ini akan memperbaiki kehidupan jutaan umat Islam Filipina yang termasuk diantara penduduk termiskin di negara berpenduduk mayoritas Katolik yang total populasinya mencapai 100 juta jiwa.
Menurut jadwal pakta perdamaian, aturan itu diharapkan bakal diloloskan parlemen sebelum akhir tahun, memberi Aquino waktu untuk menempatkan pemerintah daerah sebelum enam tahun masa jabatannya berakhir pada pertengahan 2016.
Setelah undang-undang baru itu diloloskan, warga setempat harus memberikan persetujuan lewat referendum yang dijadwalkan berlangsung tahun depan.
Perjanjian ini secara terpisah menyerukan kepada MILF untuk melucuti senjata di bawah pengawasan internasional.
Baik presiden Senat Franklin Drilon dan Senator dari kelompok oposisi Ferdinand Marcos Jnr. mengatakan undang-undang itu mendapat dukungan luas, meski mereka memperingatkan bahwa mungkin tidak akan ada cukup waktu untuk meloloskan undang-undang baru itu tahun ini.
“Ini merupakan sebuah kesempatan bagi kita untuk menemukan perdamaian yang abadi dan sesungguhnya. Tidak ada, sejauh yang saya tahu, ingin menyia-nyiakan kesempatan ini,” kata Marcos.
Perlawanan kelompok Muslim di wilayah selatan telah berlangsung lebih dari 40 tahun pada masa kepresidenan Ferdinand Marcos Snr. Dan telah merenggut nyawa puluhan ribu jiwa.*