Hidayatullah.com–Pemimpin oposisi terbesar Turki menyatakan merasa “terhina sebagai seorang politisi yang memperjuangkan demokrasi” melihat fakta di lapangan di mana wewenang Perdana Menteri Ahmet Davutoglu berulang kali dikesampingkan oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Berbicara pada hari Jumat 24 Oktober, pimpinan Partai Rakyat Republik (CHP) Kemal Kilicdaroglu menggambarkan sebuah negara di mana terjadi krisis pemerintahan, karena wewenang konstitusional banyak yang dilanggar oleh partai penguasa Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) selam 12 tahun berkuasa.
AKP sudah menjadi “negara”, bukannya sebuah partai yang menjalankan pemerintahan sebuah negara,” kata Kilicdaroglu dikutip Hurriyet.
“Davutoglu tidak mampu memerintah Turki. Keduanya baik perdana menteri dan presiden kosong. Kita tahu ada orang-orang yang menduduki posisi itu tetapi mereka tidak menjalankan tugasnya sebagaimana yang diatur oleh konstitusi,” kata Kilicdaroglu mengulangi kritikannya terhadap Presiden Erdogan yang sering melakukan intervensi politik.
“Perdana menteri menduduki badan eksekustif. Tetapi siapa yang ditelepon oleh para pemimpin negara asing? Mereka mengontak presiden dan melampaui Davutoglu. Mereka juga tahu bahwa Davutoglu tidak menjalankan negara ini, melainkan ada orang lain. Dia (Davutoglu) mungkin tidak merasa terhina karenanya, tetapi sebagai pemimpin dari oposisi utama di negara ini dan sebagai seseorang yang memperjuangkan demokrasi, saya merasa terhina karenanya,” tegas Kilicdaroglu.
Selama ini di Turki jabatan pengendali dan kepala pemerintahan berada ditangan perdana menteri, sementara jabatan presiden hanya sebagai kepala negara yang tidak memiliki wewenang eksekutif untuk menjalankan dan mengatur pemerintahan.
Namun, sejak presiden Turki dipilih langsung oleh rakyat untuk pertama kalinya pada pemilu pertengahan tahun ini (sebelumnya presiden selalu dipilih oleh parlemen), banyak peran dan tugas yang biasa dilakukan perdana menteri langsung diambil dan dilakoni oleh Presiden Erdogan.
Semasa kampanye pemilihan presiden kemarin, Erdogan memang sering menyatakan bahwa dia akan mengubah peran presiden Turki jika menang pemilu, di mana di tangannya jabatan presiden akan lebih banyak berperan dalam pemerintahan dibanding selama ini yang hanya sebagai kepala negara.
Menanggapi pernyataan Erdogan kala itu, Abdullah Gul yang ketika itu masih menjabat sebagai presiden Turki yang juga pendiri partai Islam AKP, hanya mengatakan bahwa jabatan presiden di Turki adalah jabatan simbolis sebagai kepala negara dan bukan kepala pemerintahan.*