Sambungan dari artikel PERTAMA
Oleh: Tiar Anwar Bachtiar
Di samping Ibnul ‘Arabi, ada juga Syekh Tijani, pendiri tarekat Tijaniyah yang telah diamalkan oleh sejumlah orang di hampir 100 negara di dunia. Zawiyah makam Syekh Tijani layaknya seperti sebuah masjid dengan luas lebih kurang lima belas kali lima belas meter, di daerah Fez, lebih kurang 3 jam perjalanan naik kereta api dari ibu kota Maroko, Rabath. Di sana juga ada Syeikh Muhammad al-Shonhaji (w. 723 H/1323 M). Ia merupakan ulama terkemuka Maroko penulis kitab Matn al-Ajrumiyah yang mengulas mengenai ilmu tata bahasa Arab. Pesantren-pesantren di Indonesia mempelajari kitab ini.
Di samping punya ulama-ulama besar, Maroko juga punya seorang pengembara besar dunia, Ibnu Batutah. Makamnya berada di satu daerah yang bernama Tangeir. Ibnu Batutah adalah Abu Abdullah bin Battutah (1304-1368 M). Ia adalah seorang pengembara Barber Maroko. Dicatatkan bahwa perjalanannya melintasi 120 ribu kilometer, sepenjang dunia Muslim (44 negara modern) selama 30 tahun. Perjalanannya meliputi berbagai kota, di antaranya: Iskandariyah, Kairo,Palestina, Syam, Syiraz, Basra, Yaman, Oman, Delhi, Afghanistan, Sarajevo, China, Andalusia, Mali, Maladewa, bahkan sampai ke Sumatera Indonesia. Ada satu buku yang menceritakan tentang perjalanan ini yang berjudul: Tuhfah an-Nazzar fi Gharaib al-Asmar wa ‘afa’ib al-Asfar yang ditulis oleh Ibnu Juzai atas inisiatif Abu Iyan. Beliau wafat di Fez,Maroko pada tahun 1369.
Selain tokoh-tokoh masyhur dari zaman klasik di atas, Maroko juga dikenal pada zaman ini sebagai tempat lahirnya pemikir-pemikir liberal yang karyanya cukup byak dibaca di berbagai belahan dunia Islam.
Nama Muhammad Abid Al-Jabiri dan Fatimah Mernissi adalah yang paling populer. Al-jabiri lahir di Figuig, Maroko 27 Desember 1935 dan meninggal 3 Mei 2010.Di antara karya-karya Al-Jabiri yang terkenal antara lain Hiwar al-Masyriq wa al-Maghrib (Dialog Timur dan Barat) dan Naqd al-‘Aql al-‘Arabi (Kritik Nalar Arab). Karya pertamanya adalah sanggahan terhadap teori oksidentalisme Hassan Hanafi sedangkan bukunya yang kedua, di Indonesia dijadikan landasan pengembangan pemikiran oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah selama lembaga ini dipimpin oleh pemikir liberal Indonesia Amin Abdullah antara tahun 1995-2005.
Sementara Fatimah Mernissi dikenal sebagai pemikir feminis liberal yang beberapa karyanya juga dikenal di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.
Selain pemikir-pemikir liberal, banyak juga para pengritik pemikiran liberal ini yang telah banyak mematahkan teori-teori Al-Jabiri, Mernissi, dan lainnya seperti Thaha Abdurrahman, George Tharabasyi, dan sebagainya.
Oleh sebab itu, tidak mengherankan bila di Indonesia Al-Jabiri dipuja-puja oleh para pemikir liberal Indonesia, sementara di negerinya sendiri tidak diterima. Menurut mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Maroko yang kami temui, mereka tidak pernah mendengar bahwa pemikiran-pemikiran Al-Jabiri diperbincangkan serius dan dijadikan landasan pemikiran seperti di Indonesia. Sebab, buku-buku Al-Jabiri setiap kali terbit selalu terbit bantahannya tidak lama setelah itu. Namun sayang, di Indonesia hanya buku Al-Jabiri saja yang dibaca, sementara bantahannya tidak.
Bukan hanya pemikir, hingga saat ini Maroko tetap melahirkan ulama-ulama berkelas dunia. Sebut saja ada Syeikh Dr. Allal Al-Fasi dan muridnya Syeikh Dr. Ahmad Raisyuni. Pada tanggal 11-12 Desember 2013, Raisuni yang menjabat sebagai Wakil Ketua Persatuan Ulama Islam Internasional pimpinan Dr. Yusuf Qardhawi sempat datang ke Indonesia menyampaikan seminar di UIN Jakarta. Kadua ulama ini dikenal sebagai pakar-pakar dalam bidang maqâshid al-syarî’ah. Raisyuni juga menjadi salah satu anggota Majma’ Fiqh Al-Islâmi Al-Alami (Lembaga Fikih Islam Internasional). Tentu saja di sampaing kedua nama ini, masih banyak intelektual dan ulama yang lahir di negeri ini. Tidak mengherankan bila Maroko saat ini menjadi tujuan para pelajar Islam dari berbagai belahan dunia untuk mempelajari Islam di berbagai universitas yang tersebar hampir di semua kota di Maroko seperti Rabath, Casablanca, Marakesh, Tetouan, Tangier, Fes, dan sebagainya. Tidak heran juga apabila Maroko ditunjuk untuk menjadi pusat organisasi internasional ISESCO (Islamic Educational Scientific and Cultural Organization) atau dalam bahasa Arab Al-Munazhazhamah al-Islamiyah li Al-Tarbiyah wa Al-Ulum wa Al-Tsa-qafah. Ini adalah sebuah organisasi Internasional yang bergerak dalam bidang pendidikan dan budaya yang anggotanya terdiri dari sekitar 50 negara, termasuk Indonesia.
Muktamar WAMY XII
Sub judul ini adalah tema besar Muktamar WAMY XII di Maroko. Menurut Al-Wuhaibi dalam sambutannya tema ini telah ditentukan sejak dua tahun sebelum Muktamar. Tema ini kemudian disebarkan ke seluruh dunia untuk meminta makalah (Calling Paper) dari para intelektual Muslim dari berbagai negara untuk disampaikan di forum Muktamar sebagai bahan dasar pemikiran bagi WAMY dan para peserta yang diundang dalam merancang berbagai program empat tahun ke depan.
Ratusan makalah telah masuk dan diseleksi hingga akhirnya ditetapkan 42 makalah yang ditulis oleh para intelektual dari berbagai negara.
Sayang sekali, tidak ada makalah dari Indonesia yang masuk. Menurut Ustad Aang Suwandi, Direktur WAMY Indonesia, ia sudah meminta kepada Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi untuk menuliskan makalahnya. Makalahnya sudah sampai kepada panitia dan dipuji sebagai makalah yang bagus, namun karena terlambat menyampaikan kepada panitia di Jeddah akhirnya belum bisa diikutsertakan dalam Muktamar kali ini.
Al-Wuhaibi menjelaskan dalam konferensi pers yang dihadiri para jurnalis dari berbagai negara Islam bahwa tema ini dipiliha karena saat ini para pemuda Islam di berbagai belahan dunia menghadapi tantangan yang hampir serupa akibat pengaruh globalisasi dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, informasi, dan sebagainya. Tantangan tersebut relatif berbeda dengan tantangan pemuda pada beberapa belas tahun ke belakang hingga berpotensi melemahkan potensi-potensi pemuda Islam yang akan menjadi tulang punggung pemangku perjuangan Islam di masa-masa yang akan datang. Tema ini, selain akan disampiakan oleh para pemakalah dan pembicara tamu yang sengaja diundang dari kalangan ulama dan pakar, juga akan didiskusikan oleh sekitar 700 orang pemimpin pergerakan pemuda Islam dari hampir 100 negara di dunia yang ikut hadir dalam acara Muktamar XII kali ini.
Setelah pembukaan acara diawali dengan key note speech yang disampaikan oleh seorang ulama muda dari Mauritania Syeikh Dr. Muhammad Hasan Ad-Dudu (www.dedew.net). Ia menyampaikan pemaparan berjudul Mafhûm Al-Taghyîr fi Al-Islâm Dhawâbîtuhu wa Auliyâtuhu (Perubahan dalam Perspektif Islam; Aturan dan Priorotas-Prioritasnya).
Kuliah pembukaan ini seolah-olah dibuat untuk mengarahkan Muktamar bahwa walaupun yang tengah dibicarakan adalah masalah-masalah perubahan, namun semuanya harus berasas pada agama yang tidak berubah, yaitu Islam. Inti pokok yang disampaikan Ad-Dudu adalah bahwa perubahan adalah satu hal yang tidak bisa dihindari. Siapapun memang harus menghadapinya. Akan tetapi, dalam Islam ada prinsip-prinsip pokok yang harus diperhatikan untuk melakukan perubahan apapun.
Pertama, perubahan tidak boleh menentang Sunnatullah dalam penciptaan alam semesta ini. Siapa yang mencoba menentangnya, maka perubahan adalah sesuatu yang mustahil terjadi.
Kedua, perubahan harus dimulai dari yang paling mudah dan paling ringan. Perubahan mustahil terjadi dengan baik apabila dilakukan langsung secara drastis dan rumit.
Ketiga, wujud perubahan yang dibuat harus dalam bentuk yang lebih baik dari sebelumnya. Bila tidak,. Berarti perubahan yang dilakukan tidak dikelola dengan baik.
Keempat, perubahan harus dalam bentuk yang ringan tidak terasa berat. Bila perubahan dilakukan dalam bentuk yang terpaksa, ia akan bertentangan dengan Sunnatullah dan justru akan menimbulkan kerusakan.
Kelima, perubahan yang dilakukan harus menghasilkan produk baru yang sesuai dengan zamannya.
Keenam, perubahan menuju yang lebih baik hanya dapat dilakukan dengan baik apabila dilakukan secara berjamaah. Persatuan umat harus menjadi bagian penting dalam proses perubahan itu sehingga dapat mencapai manfaat yang diinginkan dalam Islam.
Para peserta penuh antusias mendengarkan pemaparan ulama muda yang sangat kaya wawasan ini. Selain karena materinya yang cukup menarik, yaitu memberikan rambu-rambu perubahan dalam Islam, penguasaannya terhadap berbagai masalah juga sangat mengagumkan. Apalagi saat ia mengutip ayat Al-Quran yang seluruhnya ia hafal dan hadis-hadis Nabi Shallahu ‘alaihi Wassallam.
Bahkan, saat ia membacakan hadis, untuk meyakinkan pendengar beberapa hadis ia bacakan lengkap dengan sanadnya di luar kepala. Ad-Dudu Al-Sinqithi ini memang mewakili kemampuan khas ulama-ulama Mauritania, yaitu hafal Al-Quran dan hadis beserta sanadnya. Di daerah Mauritania, khususnya, dan daerah Maghrib Arabi (Maroko, Tunisia, dan Al-Jazair) pada umumnya, tradisi menghafalkan teks Al-Quran maupun hadis beserta sanadnya dengan menggunakan media papan lauhah hingga kini masih terpelihara di berbagai madrasah. Oleh sebab itu, tidak heran bila lahir ulama sekelas Ad-Dudu yang sangat disegani di Afrika Utara.* (bersambung)..”Jejak Soekarno di Maroko..”
Penulis Ketua Umum PP Pemuda Persatuan Islam,Peserta Muktamar XII WAMY 28-31 Januari 2015 di Maroko