Hidayatullah.com–Amerika Serikat dan Rusia pada Senin (22/02/2016) mengumumkan bahwa gencatan senjata di Suriah yang akan berlaku pada hari Sabtu 27 Februari mendatang.
Dalam pernyataan bersama, kedua negara mengatakan hal tersebut akan berlaku untuk pihak yang memiliki komitmen untuk gencatan senjata, tetapi tidak untuk kelompok IS atau Nusra Front, sebuah afiliasi al-Qaeda.
Mereka juga menyatakan bahwa kelompok oposisi mendaftar dengan persyaratan akan diberi jaminan perlindungan dari aksi militer oleh Rusia, AS dan Suriah.
Departemen Luar Negeri AS mempublikasikan lima halaman rencana setelah presiden Barack Obama dan Vladimir Putin berbicara pada hari Senin (22/02/2016).
“Jika dilaksanakan dan dipatuhi, gencatan ini tidak hanya akan menyebabkan penurunan kekerasan, tetapi juga terus memperluas pengiriman bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan untuk wilayah terkepung dan mendukung transisi politik ke pemerintah yang responsif terhadap keinginan rakyat Suriah,”kata Menteri Luar Negeri AS John Kerry dalam sebuah pernyataan.
“Kami semua menyadari tantangan yang signifikan ke depan,” kata Kerry. “Selama beberapa hari mendatang, kami akan bekerja untuk mengamankan komitmen dari pihak-pihak agar mereka patuh sesuai dengan persyaratan.”
Putin mengatakan, Rusia akan melakukan “apa pun yang diperlukan” untuk memastikan Damaskus menghormati perjanjian tersebut. “Kami mengandalkan AS untuk melakukan hal yang sama dengan sekutu-sekutunya dan kelompok-kelompok yang mendukung mereka,” tambahnya.
Rencana gencatan tersebut sebenarnya melewati batas waktu yang ditentukan oleh Washington, Moskow, dan 15 negara lain dalam sebuah konferensi di Munich di awal bulan ini. Perjanjian gencatan senjata yang seharusnya dilakukan pada tanggal 19 Februari. Demikian dikutip middleeasteye.net.
Tanggal ini juga melewati rencana di tanggal 25 Februari untuk melanjutkan pembicaraan damai yang disponsori PBB di Jenewa antara oposisi dan pemerintah Bashar al-Assad.
Perjanjian juga membuat “hubungan komunikasi antar negara” dan kelompok kerja untuk memajukan dan memantau gencatan senjata, jika diperlukan.
Perjanjian tersebut menyatakan bahwa kelompok-kelompok oposisi bersenjata, pemerintah Suriah dan setiap pendukungnya harus mengkonfirmasi kepada Rusia dan AS paling lambat tengah hari pada 26 Februari bahwa mereka terikat dengan perjanjian.
Mereka harus menyatakan bahwa mereka terikat pada resolusi PBB 2254 dan berpartisipasi dalam negosiasi perdamaian yang disponsori PBB, menghentikan serangan, menahan diri dari mencari wilayah selanjutnya di Suriah dan mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke wilayah mereka.
Hal ini juga menyatakan bahwa semua pihak dapat menggunakan kekuatan “proporsional” untuk membela diri terhadap setiap pelanggaran gencatan senjata.
Rusia dan AS mengklaim siap untuk memastikan “pihak yang berpartisipasi dalam gencatan senjata terhindar dari serangan oleh pasukan bersenjata Rusia, koalisi kontra ISIL pimpinan AS, angkatan bersenjata dari pemerintah Suriah dan pasukan lain yang mendukung mereka, dan pihak lainnya untuk gencatan senjata.”
Sekjen PBB, Ban Ki-Moon, menyambut pengumuman ini sebagai “sinyal harapan yang sudah lama ditunggu-tunggu” dan mendesak semua pihak untuk mematuhi perjanjian tersebut.*/Karina Chaffich