Hidayatullah.com—Pemimpin Katolik Roma, Paus Fransiskus hari Ahad (26/06/2016) mengingatkan bahaya “Balkanisasi” di benua Eropa sehubungan referendum di Inggris yang memenangkan suara pendukung Inggris keluar dari Uni Eropa.
Balkanisasi atau pemisahan wilayah untuk menjadi negara baru mulai muncul pasca referendum di Inggris.
“Kita harus maju dengan Uni yang baru,” kata Paus kepada wartawan dalam pesawat yang membawanya pulang dari Armenia ke Roma, seperti dikutip dari Channel News Asia, Senin (27/06/2016).
Dinukil situs huffpost.com, Kepala Keuskupan Roma ini juga mengajak kepada Uni Eropa untuk memberi kebebasan dan kemerdekaan seluas-luasnya kepada negara-negara anggota Uni Eropa untuk menentukan nasib negara-negara yang tergabung.
Peringatan itu disampaikan pada saat jumpa pers yang dilaksanakan dalam pesawat saat perjalanan pulang beliau dari Armenia ke Roma. Paus Fransiskus mengingatkan kemungkinan terjadinya pemisahan beberapa wilayah seperti Skotlandia dan Catalonia, yang di istilahkan dengan “balkanisasi” Eropa.
Sebagaimana diketahui, tahun 90-an terjadi perang besar di wilayah Balkan (dahulu Yugoslavia), perang yang akhirnya menghancurkan Balkan dengan ditandai pembunuhan massal dan pembersihan etnis.
Perang ini berlanjut kepada proklamasi kemerdekaan Montenegro pada tahun 2006, selanjutnya Kosovo pada tahun 2008. Peta wilayah Balkan berubah dan batas-batas negara-negara serpihan baru pun terbentuk; ada Serbia, Bosnia dan Herzegovina, Montenegro, Macedonia, Kroasia, Slovenia dan Kosovo.
Tarbiyah Jihadiyah dan Pelajaran Pembantaian Muslim di Bosnia Herzegovina
Paus Fransiskus menegaskan, bahwa langkah yang harus diambil Eropa haruslah langkah-langkah kreatif dan berpisah secara sehat. Dengan kata lain, harus diberikan kebebasan dan kemerdekaan sebesar-besarnya kepada negara-negara anggota Uni Eropa untuk menentukan nasibnya.
Sebelumnya, Paus menyerukan-selama kunjungannya ke Armenia- agar semua penduduk Eropa memiliki semangat “tanggung jawab” pada tahap-tahap kritis yang sedang dilewati oleh benua Eropa saat ini.*/Kivlein Muhammad