Hidayatullah.com—Pemerintah Turki terus memperluas operasi ‘pembersihan’ dengan memburu tersangka yang mendukung upaya kudeta. Hingga kini lebih 6000 orang meliputi perwira senior angkatan bersenjata, hakim, jaksa, bahkan seorang penasehat militer Erdogan.
Di saat yang sama, para pendukung Presiden Recep Tayyip Erdogan berkumpul di kediamannya di Kota Istanbul ingin agar pemerintah memberlakukan hukuman mati kepada pelaku usaha kudeta yang terlibat.
“Kita tidak bisa mengesampingkan kemauan orang banyak ini. Ini demokrasi, apa yang rakyat inginkan itu harus dilaksanakan,” kata Erdogan dalam pidatonya di majelis rakyat itu. Dia mengatakan, kelompok pemberontak sudah melakukan ‘kehancuran’ di tubuh militer dan dikhawatirkan ‘virus’ itu akan berkelanjutan tersebar dalam lembaga bersangkutan.
Erdoga meminta para pendukungnya tetap berada di jalanan hingga hari Jumat ini atau selambat-lambatya malam Sabtu untuk menunjukkan kesatuan mereka menentang upaya meruntuhkan pemerintah. Gambar di media sosial menunjukkan tentara yang ditangkap dengan setengahnya hanya berpakaian dalam, diborgol dan diperintahkan berbaring sama warga di atas lantai di sebuah gedung olahraga di Ankara..
Sampai hari ini, pemerintah Turki telah menangkap sedikitnya 6000 orang terduga ikut usaha kudeta yang berlangsung Jumat malam lalu, demikian disampaikan Menteri Kehakiman Turki, Bekir Bozdag pada Ahad (17/07/2016).
Sebelumnya, pemerintah Turki telah mengungkap penangkapan sekira 3.000 personel militer. Seorang jaksa senior juga memerintahkan penangkapan 2.750 hakim yang dituduh memiliki hubungan dengan Organisasi Teroris Fetullah yang diduga berada di balik kudeta.
“Proses hukum akan terus berlanjut. Ini akan menjadi kasus paling besar dalam sejarah Turki,” kata Bozdag kepada stasiun televisi TRT yang dikelola pemerintah.
Dilansir dari laman RT hari Ahad, (17/07/2016), saat diinterogasi, para tentara itu mengaku mengira sedang melakukan latihan militer. Mereka baru sadar apa yang terjadi saat dihadang masyarakat yang menolak kudeta.
“Saat orang mulai naik ke atas tank, kami baru mulai memahami semuanya,” ujar seorang tentara, dikutip dari media Turki, Hurriyet.
Presiden Recep Tayyip Erdogan dikutip Anadolu Agency meminta Amerita Serikat (AS) mengekstradisi Fetullah Gulen ke Turki dengan tuduhan pengikut Fetullah Gulen yang berbasis di Amerika Serikat (AS) disebut mendalangi upaya pengambilalihan melalui sejumlah pendukung di Turki seperti aparat militer, polisi dan pengadilan.
“Melindungi (Gulen) hanya akan melemahkan posisi dan merusak reputasi Amerika. Saya kira AS tidak akan mendukung seseorang yang melakukan tindakan melawan pemerintah Turki ini,” tuturnya.
Tuduhan ini disangkal Gulen dalam pernyataannya yang melalui e-mail kepada The New York Times pada Sabtu lalu.
“Saya mengutuk sekeras-kerasnya percobaan kudeta di Turki.
“Saya berdoa kepada Allah untuk Turki serta rakyatnya agar situasi ini dapat diselesaikan dengan cepat dan aman,” katanya.
Sementara itu, satu dari enam komandan yang ditangkap atas dugaan terlibat dalam kudeta militer dilaporkan sempat berdinas sebagai atase militer Turki di Israel.
Jendral Akin Ozturk, salah satu komandan yang ikut dituduh berkhianat, dikabarkan sempat berdinas di Kedutaan Besar Turki di Tel Aviv, Israel dari mulai 1998 hingga 2000. Dilaporkan pria berusia 64 tahun tersebut usai bekerja sebagai atase militer, ia diangkat menjadi komandan Angkatan Udara (AU) Turki, demikian kutip laman berita Israel Haaretz.com, Senin (18/07/2016) mengutip pejabat Turki.
Jendral Ozturk dikabarkan mengundurkan diri dari jabatannya (sebagai komandan AU) pada 2015, tapi ia tetap berdinas di dalam Dewan Agung Militer Turki.
Kejaksaan Turki telah mengumumkan Jendral Ozturk bersama lima rekannya akan dijatuhi dakwaan melakukan pengkhianatan. Sementara itu, Perdana Menteri Turki, Binali Yildrim menuturkan para otak kudeta tersebut tidak akan dijatuhi hukuman mati sebab hukuman mati dilarang oleh konstitusi Turki.*