Hidayatullah.com–Pihak berwenang Bangladesh menggantung seorang pemimpin tertinggi partai Islam yang dinyatakan bersalah atas kejahatan perang saat perang kemerdekaan 1971 melawan Pakistan, kata pejabat.
Penguasa kanan penjara, Proshanto Kumar Bonik, mengatakan pemimpin partai Jamaat-e-Islami, Mir Quasem Ali, dihukum digantung hari Sabtu (03/09/2016 jam 10.30 malam, beberapa jam setelah beberapa anggota keluarga dan kerabat bertemu untuk terakhir di Penjara Pusat Kashimpur, dekat ibu negara, Dhaka.
“Sekarang kami sedang melakukan urusan resmi setelah pelaksanaan hukuman itu. Kami akan mengirim jenazah ke rumah pusaka beliau di daerah Manikganj untuk dimakamkan,” kata Bonik.
Mahkamah Agung Bangladesh menolak banding terakhirnya hari Selasa, dan Ali kemudian mengatakan tidak akan mengajukan grasi kepada presiden, ini memastikan eksekusi hukuman gantung.
Bangladesh mengalami peningkatan serangan dalam beberapa pekan terakhir. Kekerasan paling serius di negara mayoritas Muslim itu terjadi pada bulan Juli, ketika orang-orang bersenjata menyerbu sebuah kafe di wilayah diplomatik Dhaka dan menewaskan 20 sandera, sebagian besar korban adalah warga asing.
Laporan-laporan berita mengatakan seorang pembantu dekat mantan Perdana Menteri Khaleda Zia dari Partai Nasionalis Bangladesh yang beroposisi juga dieksekusi hari Sabtu.
Ali (berusia 63 tahun), adalah pemimpin dan pendukung keuangan partai oposisi. Ali adalah pemimpin kelima Jamaat-e-Islami yang dieksekusi sejak tahun 2010, semenjak pemerintah sekuler pimpinan Perdana Menteri Sheikh Hasina membentuk pengadilan kejahatan perang untuk mengadili pelaku kejahatan perang dalam perang tahun 1971, selama Perang Kemerdekaan.
Ali dinyatakan bersalah atas delapan tuduhan, termasuk penculikan dan pembunuhan seorang pemuda di sebuah sel penyiksaan selama konflik, dimana pemerintah Bangladesh mengatakan 3 juta orang meninggal.
Segera setelah hukuman dilaksanakan, Menteri Dalam Negeri, Asaduzzaman Khan mengatakan langkah-langkah keamanan diambil untuk mencegah kerusuhan oleh pendukung Ali, termasuk menempatkan penjaga perbatasan paramiliter dan polisi tambahan di Dhaka dan kota-kota lain.
Sejak Desember 2013, empat orang pengurus terkemuka Jama’atul Islami, termasuk mantan pemimpinnya Motiur Rahman Nizami dan pemimpin partai oposisi utama itu telah dieksekusi atas tuduhan kejahatan perang. Data resmi menunjukkan sekitar tiga juta orang tewas dan ribuan perempuan diperkosa selama peperangan tersebut, di mana beberapa faksi, termasuk Jama’atul Islami, menentang memisahkan diri dari Pakistan.
Motiur Rahman Nizami digantung di Penjara Pusat di Ibu Kota, Dhaka, pada Selasa 10 Mei 2016.
Motiur Rahamn Nizami adalah pentolan kelima Partai Jamaat-e-Islami yang menjalani hukuman mati sejak beberapa tahun terakhir.
Kubu pendukung Pengadilan Kejahatan Perang menyambut hukuman mati atas Motiur Rahman Nizami, namun kubu pendukung Nizami berkeyakinan bahwa pengadilan ini dibentuk atas dasar motif politik. Sampai hari ini, partai tersebut menolak dituduh melakukan kekejaman.
“Keadilan sudah tidak ada. Dia hanya korban balas dendam politik,” ucap salah satu pengikut Nizami.
Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina mendirikan Pengadilan Kejahatan Perang untuk mengadili pelanggaran selama perang kemerdekaan. Selain itu, seorang mantan menteri pun menegaskan bahwa Nizami adalah salah satu tokoh yang bersalah.
Sementara itu, seiring meningkatnya popularitas partai Islam terbesar di Bangladeh itu, pemerintah Dakha yang dikuasai politisi sekuler pimpinan Perdana Menteri Sheikh Hasina mencari-cari kasus yang dapat menjerat para politisi dari Jamaat-e-Islami.
Dengan menggunakan Pengadilan Kejahatan perang, pemerintah PM Hasina menangkap tokoh-tokoh Jamaat-e-Islami dengan berbagai tuduhan terkait dengan masa perang kemerdekaan Bangladesh dari Pakistan.
Sementara itu, dalam pernyataan terbaru, pemerintah Turki ikut mengecam keputusan ini.
“Kami ingin sekali lagi menekankan bahwa luka masa lalu tidak terikat dengan cara seperti ini, kata Kementerian Luar Negeri Turki dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan minggu sebagaimana dikutip Anadolu Agency. “Turki berharap putusan yang tidak pantas ini tidak akan menyebabkan ketidakpuasan pun di antara sesama orang Bangladesh,” tambahnya.*