Hidayatullah.com—Orang-orang miskin di Inggris dikecualikan dari sistem finansial, karenanya mereka berpaling ke lintah darat, demikian menurut laporan yang dibuat anggota legislatif Inggris.
Dilansir Reuters, laporan yang dirilis hari Sabtu (25/3/2017) itu menyebutkan ada 1,7 juta orang dewasa di negara itu yang tidak memiliki akses ke rekening bank, sehingga meningkatkan resiko terjerat lintas darat yang menawarkan kredit mudah berbunga tinggi sampai ke pintu-pintu rumah penduduk.
Sistem kredit ala lintah darat yang dikenal dengan rent-to-own itu memberikan kesempatan orang untuk memiliki barang -yang diberi harga selangit- tetapi baru bisa dimiliki secara penuh jika orang tersebut sudah melunasi kredit atau hutangnya. Semacam sewa-beli, yang harganya dipatok tinggi dengan bunga cicilan selangit.
Menurut Christine Allison dari Centre for Study of Financial Innovation, dalam kurun lima tahun terakhir rumah tangga di Inggris yang terjerat sistem kredit semacam itu naik dua kali lipat menjadi lebih dari 400.000.
StepChange Debt Charity memperkirakan 2,6 juta orang di Inggris berjibaku untuk keluar dari lilitan hutang dalam jumlah besar. Sebanyak 8,8 juta orang lainnya menunjukkan tanda-tanda akan terjerembab dalam masalah finansial.
Laporan yang dibuat anggota legislatif Inggris itu menyebutkan orang yang rentan resiko terjerat hutang lintah darat memiliki penghasilan rendah. Mereka adalah, menurut definisi pemerintah Inggris, rumah tangga yang memiliki pendapatan rata-rata perminggu 130-240 pound (sekitar 2,1 juta sampai 3,9 juta rupiah).
Regulasi atas perusahaan jasa yang menawarkan kredit mudah dana cepat cair (di Inggris dikenal dengan sebutan payday loans) sebenarnya berhasil meredam sebagian praktek bunga tinggi yang dilakukan para lintah darat itu. Namun, bentuk kredit lain -yang juga mencekik leher- justru bermunculan, kata Claire Tyler, seorang anggota majelis tinggi parlemen Inggris yang mengetuai komite eksklusi finansial.
“Ada kemiskinan premium di mana si miskin berutang lebih banyak,” kata Tyler kepada Reuters dalam sebuah wawancara.
Departemen Keuangan dan sembilan bank terbesar di Inggris pada tahun 2014 sudah menyepakati apa yang disebut akun bank dasar bebas biaya, guna memberikan akses finansial kepada kalangan miskin.
Namun, menurut Tyler, peraturan baru tersebut belum tampak implementasinya hingga saat ini.
Laporan tersebut juga mengatakan bahwa warga miskin dan rentan lainnya di Inggris adalah yang paling parah terdampak jika terjadi penutupan kantor cabang bank. Hal ini sejalan dengan temuan Reuters di lapangan yang dirilis Juni 2016 bahwa bank-bank cenderung menutup cabangnya yang berada di lingkungan pemukiman warga berpendapatan rendah, dan pada saat yang sama melebarkan sayapnya ke daerah pemukiman warga yang lebih kaya.*