Hidayatullah.com– Presiden Turki Recep Tayyep Erdogan dipastikan mempunyai kekuatan cukup besar setelah sistem pemerintahan Turki telah berubah dari parlementer menjadi presidensial dansetelah resmi referendum memenangkannya.
“Para pendukung perubahan memenangkan 1,25 juta suara lebih dari mereka yang menolak dengan hanya sekitar 600 ribu orang yang masih dihitung. Itu berarti perubahan telah disetujui,” kata Kepala Dewan Tinggi Pemilu negara (YSK), Sadi Guven, pada konferensi pers di Ankara seperti dikutip dari Reuters, Senin (17/04/2017).
Guven mengatakan YSK telah memutuskan untuk mempertimbangkan surat suara yang tidak dicap sebagai suara sah kecuali mereka terbukti penipuan. Ini dilakukan setelah tingginya jumlah pengaduan, salah satunya termasuk dari partai penguasa AKP, di mana pejabat YSK gagal memberikan cap terhadap beberapa surat suara.
Baca: Pengamat: Perubahan Konstitusi, Erdogan Bisa Pimpin Turki hingga 2029
Pernyataan pihak YSK ini menimbulkan protes dari kelompok penentang. Mereka menyatakan keputusan di menit terakhir menimbulkan pertanyaan tentang validitas suara. Namun Guven mengatakan keputusan itu diambil sebelum hasil referendum dimasukkan ke dalam sistem. Selain itu, anggota partai AKP dan oposisi utama telah hadir di semua TPS dan menandatangani laporan.
Guven mengatakan bahwa hasil resmi dari referendum sendiri diperkirakan akan keluar 11-12 hari mendatang.
Sebelumnya, Perdana Menteri Binali Yildirim menyebut kemenangan dalam referendum ini sebagai sebuah halaman baru dalam sejarah Turki.
“Ini adalah keputusan yang dibuat rakyat. Dalam demokrasi kami, sebuah halaman baru telah dibuka,” ujar Yildirim.
Baca: Erdogan Menangkan Referundum, Turki Tinggalkan Sistem Parlemen
Dilaporkan, sebanyak 51,41 persen penduduk Turki menyatakan setuju atas perluasan kekuasaan Presiden. Namun, kelompok oposisi di salah satu distrik kota Istanbul yang dikenal anti- Erdogan menyatakan tidak puas dengan hasil referendum.
Referendum konstitusi tersebut digelar guna menentukan perluasan kekuasaan Erdogan sebagai presiden dengan meletakkan kuasa eksekutif di tangan satu orang. Referendum tersebut dianggap penting karena bisa memberi Turki strategi politik baru di masa depan, terutama berkaitan dengan rencana Turki menjadi anggota Uni Eropa.*