Sambungan artikel PERTAMA
Di Jammu, para pengungsi tinggal di deretan tempat penampungan yang berdekatan. Beberapa tempat penampungan memiliki atap yang tipis, dan tembok-tembok yang ditambal. Tempat-tempat sayuran, yang ditutupi dengan beberapa lembar baju, bersandar di sepanjang tembok. Anak-anak bermain dalam debu, bertelanjang kaki dan tak bercelana.
Kehidupan di Jammu tidak bisa dibilang mudah, kata Hussain. “Di sini, jika kamu tidak bekerja sehari, kamu akan kelaparan di hari berikutnya,” katanya. “Kami tidak memiliki waktu untuk memikirkan hal lain selain bertahan hidup.”
Kebanyakan pengungsi Rohinga bekerja sebagai buruh angkut, pekerja harian, atau pembantu. “Aku tidak menyukainya tetapi aku tidak punya pilihan lain,” kata Hussain Ahmed, seorang pengungsi berumur 23 tahun.
Para pengungsi di kamp-kamp tidak banyak berbicara pada orang luar. Mereka menyarankan agar bertanya pada para pemimpin atau orang yang bertanggungjawab atau seringkali pada pemimpin agama mereka. Di banyak kamp, para pengungsi dan pemimpin mereka saling berbagi pemikiran. Komunitas Rohingya memastikan bahwa mereka terkoordinasi dan terorganisi dengan baik. Pemimpin tiap kamp melakukan pertemuan secara reguler untuk mendiskusikan permasalahan penting dalam komunitas mereka.
Baca: Aung Suu Kyi Kembali Tolak PBB Selidiki Kekerasan Etnis Rohingya
Maulana Kifayatullah Arkan, seorang ulama berumur 33 tahun, mengatakan bahwa kebutuhan berbicara dengan satu suara agar “dapat mencegah terulangnya penindasan yang kami hadapi di Burma”. Pada pertemuan-pertemuan itu, para pemimpin pengungsi menekankan agar memandang positif wilayah yang menjadi tuan rumah mereka dan pemerintahannya.
Apa yang membuat mereka memilih Jammu?
Zahid Hussain mengatakan bahwa dia pertama kali mendengan tentang Jammu dari seorang rekan pengungsinya di kantor Komisi Tinggi Pengungsi PBB di New Delhi, di mana mereka mendaftarkan diri. “Kami berbicara mengenai upah yang kami dapat,” kata Hussain. “Aku menghasilkan 100 Rupee di Rajasthan dan dia menghasilkan 300 Rupee di Jammu. Ketika aku bertanya padanya apa yang aku lakukan agar kehidupanku lebih baik, dia menyuruhku untuk datang ke Jammu.”
Dia menambahkan para pengungsi di Jammu meyakinkannya untuk pindah ke sana ketika mereka mengatakan bahwa “tidak ada gundagardi, yang akan mencuri uang kita”.
Banyak pengungsi lain mengatakan, “Kami hanya menaiki kereta dan turun di manapun kereta itu membawa kami.” Sedangkan yang lain mengatakan bahwa upah yang lebih besar dan siatuasi yang relatif damai di Jammu merupakan alasan mereka memilih untuk pindah ke negara itu.
Diantara tokoh-tokoh terkenal yang menyatakan keberatan terhadap kehadiran rakyat Rohingya di Jammu ialah pemimpin Partai Panthers, Rakesh Gupta, dan anggota Partai Bharatiya Janata, Hunar Gupta, yang mengirimkan petisi ke Pengadilan Tinggi Jammu dan Kashmir berisi permintaan untuk mengidentifikasi dan mendeportasi pengungsi Rohingya, serta Sunil Sethi, seorang ketua juru bicara BJP di negara itu yang pula pengacara yang mengusulkan kasus tersebut.
“Kami tidak menentang para pengungsi,” kata Sethi. “Mereka tinggal secara ilegal. Rakyat Rohingya telah menduduki tanah pemerintah. Di Jammu dan Kashmir, bahkan warga India tidak dapat menduduki tanah pemerintah,” dikutip laman scroll.in.
Baca: Kepala Militer Myanmar Membela Diri Operasi Pembersihan Etnis di Rakhine
Baik Singh dan Sethi mengutip pasal 370 – yang ketentuannya mencegah orang luar atau subyek non-negara untuk membeli tanah di sana – dan merugikan “input intelejen” mengenai Rohingya di dalam argumen mereka yang menentang kehadiran pengungsi.
Singh menuduh para pengungsi ditempatkan di sana “dengan dukungan logistik pemerintah,” dia menambahkan bahwa “banyak (etnis Rohingya) yang telah mendapatkan kartu Aadhaar, kartu rasio, dan dalam beberapa kasus kartu PRC (Sertifikat Penduduk Permanen), yang penduduk India, tidak punyai.”
Partai Singh telah mengerahkan opini yang menentang kehadiran pengungsi selama setahun terakhir ini. “Terdapat sebuah tanda peringatan di Jammu,” kata dia. “Orang-orang di Jammu menganggap ini sebagai sebuah bagian dari konspirasi yang lebih besar untuk merusak kedamaian mengingat catatan kriminal etnis Rohingya. Mereka merupakan sebuah bom waktu yang berdetak.”
Sikap oposisi pada pengungsi juga dipicu oleh ketakutan berlebih mengenai laporan-laporan bahwa seorang milisi Rohingya terbunuh dalam sebuah adu tembak dengan pasukan keamanan di lembah tersebut pada Desember 2015.
Pada Januari, Menteri Kepala Mehbooba Mufti mengatakan pada Dewan negara: “Tidak ada etnis Rohingya yang terlibat dalam insiden-insiden terkait militansi. Meskipun begitu, 17 FIR telah didaftarkan pada 38 orang Rohingya karena berbagai dakwaan.” */Nashirul Haq AR (bersambung)