Hidayatullah.com—Pengadilan di Chile menyatakan bahwa peraturan perundangan yang melegalisasi aborsi untuk kasus-kasus tertentu adalah tidak melanggar konstitusi.
Itu berarti wanita bisa meminta dilakukan aborsi atas kandungannya jika nyawa dinilai dalam bahaya, ketika janin kelihatan tidak berkembang atau hamil karena perkosaan.
Keputusan pengadilan itu mengakhiri perdebatan sengit selama 3 tahun terakhir antara kelompok yang pro dan kontra dengan aborsi. Para pendukung aturan hukum tersebut bersorak menyambut keputusan hakim, lapor Euronews Selasa (11/8/2017).
“Ini kejadian penting bersejarah, keputusan ini mencerminkan perjuangan kaum feminis, para wanita dan organisasi-organisasi HAM selama puluhan tahun. Kami kuat dalam perdebatan legislatif, kami sangat meyakinkan di hadapan mahkamah konstitusi..,” kata Gloria Maira, seorang aktivis pro-aborsi.
Chile sebelum ini merupakan satu dari segelintir negara di dunia yang melarang aborsi tanpa kecuali. Larangan aborsi mulai diterapkan di masa-masa akhir era diktator Augusto Pinochet tahun 1990. Sejak itu anggota-anggota legislatif dari kalangan konservatif dan kelompok pro-kehidupan selalu berhasil menjegal upaya untuk melonggarkan larangan aborsi.
“Hari ini adalah hari kelam bagi negeri ini, mereka baru saja melegalisasikan genosida,” kata Roxana Landaluce seorang aktivis anti-aborsi.
Presiden Michelle Bachelet pertama kali menandatangani RUU itu pada 2015, tetapi baru diloloskan awal bulan ini, sehingga kelompok penentang mempertanyakan keabsahannya.
Mahkamah Konstitusi Chile sekarang menolak gugatan kelompok penentangnya, sehingga RUU itu kini sah berlaku sebagai undang-undang.*