Hidayatullah.com—Puluhan demonstran mengenakan masker bedah dan syal hari Jumat sambil berdiri di halte bus di Quebec, Kanada guna memprotes undang-undang di provinsi tersebut yang memaksa orang membuka penutup wajah saat mengakses layanan public, tulis Anadolu Agency.
Sekitar 50 demonstran berkumpul pada Jumat di halte bus di Montreal sambil mengenakan masker bedah dan selendang yang menutupi wajah mereka.
Sopir bus bahkan menutupi wajahnya untuk menunjukkan ketidaksenangan dengan undang-undang baru tersebut.
Aturan tersebut termasuk mengendarai bus dan meminjam buku perpustakaan, serta pegawai sektor publik manapun di tempat kerja, termasuk dokter, guru, dan pekerja penitipan anak.
“Anggota lembaga publik harus menunjukkan netralitas agama dalam melaksanakan fungsinya,” demikian menurut RUU tersebut.
Pengunjuk rasa dan kritikus lainnya mengatakan undang-undang yang disahkan Rabu oleh Majelis Nasional Quebec itu mendiskriminasikan muslimah berniqab.
Dewan Nasional Muslim Kanada mengeluarkan sebuah pernyataan yang mengatakan bahwa undang-undang tersebut adalah “undang-undang yang diskriminatif”.
Direktur Eksekutif Dewan Nasional Muslim Kanada, Ihsaan Gardee mengatakan, aturan yang melarang pemakaian burka merupakan pelanggaran kebebasan beragama yang tidak dapat dibenarkan. Hal tersebut, justru bertentangan dengan Piagam Hak dan Kebebasan Kanada.
Bahkan Perdana Menteri Justin Trudeau, yang mengatakan bahwa bukan tugas pemerintah federal untuk melawan undang-undang baru Quebec, tampaknya akan ragu dengan ucapannya saat wartawan bertanya tentang regulasi tersebut pada hari Jumat.
“Saya tidak berpikir urusan pemerintah adalah memberi tahu wanita apa yang seharusnya boleh dipakai dan tidak,” katanya. “Sebagai pemerintah federal, kita akan bertanggung jawab secara serius dan melihat secara seksama apa implikasinya.”
Penetapan udang-undang tersebut menjadi perdebatan dikalangan kepala dearah. Mereka merasa pemerintah provinsi melangkahi kewenangan mereka sebagai pemimpin daerah dalam mengatur pelayanan publik.
Para kepala daerah berbedapat, regulasi ini sulit untuk diberlakukan. Hukum tersebut dinilai sebagai solusi untuk masalah yang tidak memiliki prinsip.
Wakil Presiden AMAL-Quebec, asosiasi yang menangani isu sekulerisme dan kewarganegaraan, Haroun Bouazzi mengatakan, mayoritas komunitas muslim di provinsi itu takut untuk memberikan aspirasi menentang regulasi tersebut.
Dia melanjutkan, mereka takut lantaran perdebatan berlangung sangat keras. Dia mengeaskan, pengesahan konstitusi itu artinya pemerintah telah mengambil hak-hak dasar warga tanpa alasan yang nyata dan tidak mendesak.
“Ini hari yang menyedihkan bagi demokrasi di Quebec,” tutup Haroun Bouazzi.
Pemerintah Quebec menegaskan bahwa undang-undang tersebut tidak mendiskriminasi muslimah dan tujuan utamanya untuk memisahkan negara dari agama.
Quebec mengikuti jejak Prancis menerapkan larangan cadar, salib dan simbol keagamaan lainnya di tahun 2004.
“Kami hanya mengatakan alasan yang berkaitan dengan komunikasi, identifikasi dan keamanan, pelayanan publik harus diberikan dan diterima dengan wajah terbuka. Kami berada dalam masyarakat yang bebas dan demokratis. Anda berbicara kepada saya, saya harus melihat wajah Anda dan Anda harus melihat wajah saya. Sesederhana itu,” kata Perdana Menteri Philippe Couillard mengatakan kepada wartawan di Majelis Nasional provinsi tersebut.*