Hidayatullah.com–Kuwait Airways dihujani kritik di Jerman setelah membatalkan penerbangan seorang warga Israel ketika akan terbang dari Frankfurt. Sejumlah kritikus menyeru agar pemerintah Berlin mengambil tindakan.
Pada tahun 2016, seorang warga Israel dijadwalkan terbang dari Bandara Frankfurt ke Thailand dengan persinggahan di Kuwait. Orang itu akan menumpang Kuwait Airways. Ketika penerbangan itu mengetahui kewarganegaraan orang tersebut, tiketnya kemudian dibatalkan. Keputusan itu didasarkan pada UU Kuwait tahun 1964 yang tidak memperbolehkan kesepakatan dalam bentuk apapun antara perusahaan Kuwait dengan warga Israel.
Penumpang itu lantas menggugat ke pengadilan di Frankfurt. Namun, pengadilan pada akhirnya memenangkan Kuwait Airways dalam putusan bulan November 2017.
Menteri federal urusan transportasi Jerman yang baru, Andreas Scheuer, dalam wawancara dengan tabloid Bild hari Senin (26/3/2018), menyeru agar pemerintah Jerman menekan Kuwait Airways sebagai tindakan balasan karena menolak penumpang Israel tersebut. Pemerintah Jerman sudah menggelar pembicaraan dengan pejabat Kuwait tentang masalah itu. “Jika pembicaraan dengan pihak Kuwait yang sudah dimulai itu tidak membuahkan hasil, akan ada aksi balasan negatif bagi maskapai ini di Jerman,” kata Scheuer, politisi Uni Kristen Sosialis (CSU) berusia 43 tahun yang baru menjabat menteri transportasi sejak 14 Maret itu.
Pernyataan Scheuer itu disambut positif seorang anggota parlemen dari Partai Kebebasan Demokrat (FDP).
“Saya menyambut baik pengumuman menteri transportasi dalam masalah ini. Menurut saya tidak dapat diterima sebagai seorang warga Jerman bahwa orang Yahudi dilarang naik pesawat di Jerman. Ini memalukan bagi Jerman,” kata Oliver Luksic kepada DW hari Selasa (27/3/2018).
Jika Bandara Frankfurt mencabut izin mendarat Kuwait Airways, Luksic yakin hal itu akan menjadi pukulan keras bagi perusahaan, sebab bandara tersebut menjadi pintu bisnisnya tidak hanya di Jerman, tetapi juga seluruh Eropa.
Sementara itu, profesor hubungan internasional di Universitas Kuwait Fayez Al-Nashwan kepada DW mengatakan bahwa Kuwait Airways tidak diperbolehkan melanggar aturan hukum yang ditetapkan negara asalnya. Sebagai contoh, minuman beralkohol dilarang di Kuwait, dengan demikian juga terlarang disajikan di atas pesawat. Selain itu, kata Al-Nashwan, Kuwait tidak bersikap anti-Semit dalam kebijakannya, sebab hal tersebut terkait hubungan luar negeri negara tersebut dengan Israel dan bukan orang Yahudi.
Namun, Dewan Pusat Yahudi di Jerman menolak keras argumen itu. Dalam pernyataan yang dikirimkan ke kantor pers KNA, Dewan Pusat Yahudi itu mengatakan bahwa sangat tidak dapat diterima ada perusahaan yang beroperasi di Jerman mengimplememtasikan undang-undang anti-Semit.
Pemerintah Jerman dan Kuwait diharapkan mencapai kesepakatan dalam beberapa pekan mendatang.*