Hidayatullah.com–Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani bertemu Grand Syeikh Al-Azhar, Prof. Dr. Ahmad Mohamad Tayib, di Kairo, Kamis (26/04/2018).
Pertemuan tersebut membahas potensi kerja sama riil untuk membangun ‘Islam moderat’ dan meminimasir Islam radikal melalui pengembangan kurikulum di Al Azhar serta pendidikan bagi calon calon dai.
“Kita perlu mengembangkan kurikulum Islam yang moderat di Indonesia, yang dimulai sejak SD hingga Perguruan Tinggi. Al Azhar bisa berperan aktif dalam pengembangan kurikulum tersebut,” ujar Menko PMK dalam rilisnya yang dikirim ke redaksi hidayatullah.
Menko PMK juga menyampaikan terima kasih atas peran Al Azhar dalam menciptakan alumni-alumni yang menjadi tokoh-tokoh Islam di Indonesia. Serta komitmen Al Azhar yang siap mengirim para guru untuk mengajar para dai serta menyediakan beasiswa untuk para ustadz di Indonesia. Saat ini, ada sekitar 4.600 mahasiswa Indonesia yang belajar di Al Azhar. Dalam kesempatan ini, Grand Sheikh berharap mahasiswa yang tidak mendapat beasiswa dari Al Azhar bisa mendapatkan beasiswa dari pemerintah.
“Hal ini penting untuk memantau mahasiswa agar tidak terpengaruh kelompok-kelompok yang tidak jelas. Mengingat ada sekitar 607 mahasiswi Al Azhar yang tinggal di asrama luar Al Azhar”, ujar Grand Syeikh.
Grand Syeikh juga menyampaikan perhatiannya pada mahasiswa Indonesia agar jangan mudah terpengaruh pada kelompok-kelompok tidak jelas. Al Azhar juga menyatakan kesiapan menjadi supervisor terhadap sekolah baru di Indonesia. Sebagai tindak lanjut kerjasama, Grand Sheikh akan membahas detailnya dengan Dubes RI untuk Mesir.
Menko PMK juga mengundang agar Al Azhar dapat berkontribusi terhadap gagasan pendirian UIII (Universitas Islam Internasional Indonesia) sebagai pengembangan ‘Islam Moderat’. Gagasan ini disambut baik oleh Al Azhar yang siap mengirim dosen untuk ikut mengajar di UIII.
“Insya Allah, Al Azhar siap mengirim dosen ikut mengajar di UIII agar cepat berkembang. Sangat senang bertemu dengan keluarga Bung Karno,” ujar Grand Syeikh.
Baca: Hamid Fahmi: “Penggunaan Istilah ‘Moderat, ‘Radikal’ dan ‘Toleran Sarat Kepentingan Barat
Sebelum ini, cendekiawan Muslim yang juga Direktur Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS), Dr Hamid Fahmi Zarkasyi M Phil menjelaskan definisi ‘Islam moderat’ yang banyak dipakai di Indonesia memiliki banyak masalah dan sarat dengan kepentingan asing.
“Sarat masalah dan sangat bermasalah. Dari perspektif Islam sangat bermasalah, dari perspektif HAM juga bermasalah, dari perspektif Pancasila apalagi, bermasalah,” ujarnya kepada hidayatullah.com.
Menurutnya, istilah memiliki banyak kesamaan dengan Barat saat melihat Islam.
“Maknanya sih sama dengan apa yang diucapkan oleh orang-orang di Barat. Saya curiga bahwa itu sejalan dengan orang di luar Indonesia dan di luar Islam, bisa jadi dia jadi ke sana. Saya tidak bisa melacak. Yang pasti, itu ada kepentingan asingnya,” tambahnya.*