BIASANYA ukhuwah itu hangat. Tapi di Khartoum, Sudan, hawa sudah sangat panas. Jadi ukhuwah itu sejuk. Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Khartoum menyambut sejuk kehadiran rombongan DPP Hidayatullah ke ibukota negara Arab-Afrika itu, awal Maret 2016.
Buah-buahan, minuman, dan biskuit sudah dibagi di piring-piring berjumlah sama dengan jumlah anggota rombongan tetamu.
Malam itu, suasana sekretariat sekaligus asrama PPI sejuk, akrab, dan asyik duduk lesehan sambil mendengar informasi dan taushiyah dari para tamu.
Dalam kalimat sambutannya, Kautsar Afdhal, Ketua Umum PPI Sudan bercerita, kuliah di negeri itu lebih menantang dibanding di negara-negara lain.
“Kata pendahulu kita, negeri ini adalah tempat belajar ilmu dan sekaligus belajar sabar. Kehidupan di sini lebih keras,” ujarnya.
Menurutnya, kalau seorang mahasiswa sudah betah kuliah di Sudan, maka akan betah kuliah di negara-negara lain.
Kautsar menambahkan, selama ini tidak sedikit mahasiswa Indonesia di Sudan yang pulang atau pindah kuliah ke negara karena tak tahan.
Bujangan asal Aceh yang sedang menekuni kuliah magister syari’ah ini pun menyampaikan rasa terima kasih mahasiswa-mahasiswa Indonesia, atas kunjungan rombongan ormas itu sebagai penyemangat mereka bertahan di Sudan.
Ketua Umum DPP Hidayatullah, Ustadz Nashirul Haq, mengawali taushiyahnya dengan berbagi pengalaman selama menempuh pendidikan. Sejak S1 di Madinah, S2 di Malaysia, hingga menyelesaikan S3 saat ini di negeri yang sama, intinya perjuangan menuntut ilmu itu dimanapun sama.
“Tinggal seseorang merasa dirinya sedang berjuang atau tidak,” katanya.
Di antara tantangan di Sudan adalah kondisi alamnya. Adapun kelebihan Sudan, orangnya ramah-ramah dan akhlaqnya lembut mirip kebanyakan orang Indonesia.
“Kami selama di sini tidak pernah melihat orang Sudan ngamuk,” ujar Nashirul setengah bergurau.
Ia pun berpesan kepada anggota PPI untuk memposisikan kehadiran mereka di Sudan sebagai seorang Mujahid.
“Tibanya kalian di sini adalah amanah dari Allah,” ujarnya.
Silaturahim ini dihadiri CEO BMH Ustadz Wahyu Rahman, Ketua Bidang Ekonomi Ustadz Asih Subagio, dan Ketua Departemen Luar Negeri Dzikrullah.
Hadir sebagai shohibul bait, segenap jajaran pengurus PPI Sudan, serta puluhan anggotanya. Selama sekitar 2 jam, berlangsung presentasi dan diskusi yang cukup dinamis. Tema yang diangkat ketiga pembicara itu cukup menyengat para mahasiswa.
Dzikrullah menyampaikan, ada empat tema paling menarik dibicarakan oleh para mahasiswa. Yaitu: keinginan untuk cepat selesai kuliah atau berprestasi; berjodoh; berkarir atau mencari maisyah setelah kuliah; serta lapangan dakwah yang akan digeluti.
“Betul, kan, urusan Antum yang paling penting keempat hal itu?” tanyanya, disambut derai tawa para mahasiswa.
Mumpung masih belajar, kata Dzikrullah, para mahasiswa perlu sering mengkaji dan mensimulasi keempat tema itu, agar mereka kelak mendapatkan yang terbaik.
Menyemangati Mahasiswa
Secara umum, keempat pembicara menyampaikan kondisi terkini Indonesia yang sedang digempur habis-habisan oleh para musuh Islam. Baik dari segi ekonomi, pemikiran, keagamaan, politik, dan sebagainya.
Asih Subagyo menyemangati para mahasiswa untuk mulai belajar berdagang. “Sebelum menikah lalu full time menjadi seorang Nabi, Rasulullah semasa mudanya seorang pedagang pekerja keras yang jujur, sukses dan disegani,” papar Asih dikutip hidayatullah.or.id.
Tentu saja bagian dari keterampilan yang dikembangkan adalah manajemen waktu antara belajar dan berdagang. Asih sangat mengapresiasi beberapa mahasiswa yang sudah berani berdagang sambil kuliah.
Pada sesi dialog, sejumlah mahasiswa bersemangat mengajukan pertanyaan maupun mencurahkan isi hati. Di antaranya Afifurrahman. Mahasiswa asal Palembang yang sudah 2 tahun di Sudan ini menanyakan, sebagai mahasiswa, bagaimana seharusnya mereka menyikapi berbagai kondisi yang berat di tanah air itu.
Dzikrullah menjawab, “Antum semua jangan pesimis. Tantangan yang dihadapi Rasulullah dan para Sahabat jauh lebih susah dan berat daripada tantangan yang kita hadapi sekarang.
Jikalau kita berhasil memegang dan hidup dengan Al-Quran dan As-Sunnah sebagaimana Rasulullah dan para Sahabat dulu, niscaya ancaman apapun bisa diatasi. Karena keduanya memang dibekalkan untuk kita menyelesaikan masalah ekonomi, politik, kebudayaan, pendidikan, hubungan internasional, perang, damai sampai akhir zaman.”
Nashirul Haq menutup dengan mengingatkan, sudah menjadi sunnatullah, untuk mencapai sesuatu yang ideal, harus melalui proses. Nabi Muhammad contohnya, tidak serta merta menjadi seorang Rasul, tapi melalu proses panjang.
“Kita belum terlambat. Yang mau mengembangkan usaha, masih ada waktu. Kalau berminat jadi pemimpin, mulai sekarang harus sudah mulai aktif mengurus orang lewat berorganisasi dan berdagang,” pesannya.* BERSAMBUNG