Hidayatullah.com–Menteri Luar Negeri Irlandia Simon Coveney menyatakan keprihatinan mendalam atas situasi di Myanmar dan penderitaan para pengungsi di sana.
Dalam jawabannya untuk sebuah pertanyaan di parlemen dari politisi Maureen O’Sullivan tentang bagaimana kekhawatiran soal pemulangan yang aman dari Rohingya ke Myanmar dapat diatasi, Coveney mengatakan sejak tentara Myanmar meluncurkan operasi keamanan di negara bagian Rakhine pada Agustus tahun lalu, sekitar 720.000 pengungsi, kebanyakan Rohingya, mengungsi ke Bangladesh.
“Warga dan pemerintah Bangladesh telah menunjukkan kemurahan hati yang luar biasa dalam menerima gelombang besar pengungsi dalam keadaan yang sangat sulit,” katanya dikutip Anadolu Agency.
Dia mengatakan bahwa dirinya prihatin dengan situasi yang sedang berlangsung di Myanmar dan nasib para pengungsi yang hidup dalam kondisi yang sangat genting di kamp-kamp pengungsi yang penuh sesak.
Coveney menekankan bahwa penandatanganan nota kesepahaman antara Myanmar dan Bangladesh serta antara Myanmar, Program Pembangunan PBB (UNDP) dan Badan Pengungsi PBB (UNHCR) tentang pemulangan Rohingya telah menjadi langkah awal yang penting untuk upaya pemulangan.
Baca: Laporan Terbaru: Militer Myanmar Bunuh 24 Ribu Etnis Rohingya
Namun dia mencatat bahwa kondisi saat ini di Myanmar tidak kondusif untuk memungkinkan pemulangan Rohingya secara sukarela, aman, bermartabat dan berkelanjutan.
“Terkait hal itu, saya prihatin dengan rencana antara Myanmar dan Bangladesh untuk memulai pemulangan 5000 pengungsi dalam waktu dekat. Saya ingat kekhawatiran yang diungkapkan oleh UNHCR yang berada di lapangan dan fakta bahwa badan-badan PBB belum diikutsertakan dalam diskusi ini. Saya juga mendapat laporan bahwa banyak pengungsi yang tidak bersedia dipulangkan, mengingat kondisi di Rakhine,” ungkap Coveney.
“Oleh karena itu, saya meminta kepada Myanmar dan Bangladesh untuk mempertimbangkan kembali pengaturan ini dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menciptakan kondisi yang aman sebelum mengambil langkah lebih lanjut terkait pemulangan,” tegasnya.
Coveney juga meminta para pihak terkait untuk melakukan dialog lebih lanjut dengan mitra internasional sementara juga memberikan kesempatan kepada komunitas pengungsi untuk memainkan peran kunci dalam menentukan masa depan mereka.
Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai kelompok yang paling teraniaya di dunia, menghadapi ketakutan yang terus meningkat sejak puluhan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada tahun 2012.
Menurut Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA), sejak 25 Agustus 2017, lebih dari 24.000 Muslim Rohingya telah dibunuh oleh tentara Myanmar.
Lebih dari 34.000 orang Rohingya juga dibakar, sementara lebih dari 114.000 lainnya dipukuli, menurut laporan OIDA yang berjudul ‘Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman yang Tak Terkira’.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Sekitar 18.000 perempuan Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar dan lebih dari 115.000 rumah Rohingya dibakar sementara 113.000 lainnya dirusak.
Menurut Amnesty International, lebih dari 750.000 pengungsi, sebagian besar anak-anak dan perempuan, telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan tindakan kekerasan terhadap komunitas Muslim minoritas pada Agustus 2017.
PBB mendokumentasikan perkosaan massal, pembunuhan — termasuk bayi dan anak kecil — pemukulan brutal, dan penculikan yang dilakukan oleh personil keamanan.
Dalam laporannya, penyelidik PBB mengatakan bahwa pelanggaran-pelanggaran tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.*