Hidayatullah.com—Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam sanksi yang dijatuhkan Amerika Serikat atas Venezuela dalam konferensi pers yang digelar di Caracas, hari Senin (3/12/2018), bersama Presiden Venezuela Nicolas Maduro.
Hubungan Turki dan Venezuela semakin erat beberapa bulan belakangan, seiring dengan upaya pemerintahan Maduro mengatasi krisis ekonomi dan politik di negaranya.
Erdogan mengatakan dia tidak setuju dengan tindakan AS itu yang disebutnya mengabaikan aturan perdagangan global.
Erdogan mengatakan bahwa “temannya” Maduro menghadapi “serangan-serangan manipulatif dari sejumlah negara tertentu dan aksi sabotase dari para pembunuh ekonomi.” Erdogan berjanji akan mempererat hubungan perdagangan Turki dengan Venezuela guna membantu negara itu keluar dari krisis ekonomi.
Dia juga memuji Maduro, dengan mengatakan bahwa pemimpin Venezuela itu “menunjukkan sikap yang dapat dicontoh pada saat yang sangat berharga ketika sikap permusuhan terhadap Islam meningkat dan negara-negara Barat menunjukkan sikap permusuhan terhadap orang asing.”
Dalam konferensi pers bersama itu, Maduro melancarkan kecamannya atas sanksi yang diberlakukan AS atas penjualan emas Venezuela, yang beberapa bulan belakangan banyak dibeli oleh Turki, lansir DW.
Pemimpin Venezuela itu juga berjanji akan mempererat hubungan dengan Turki.
Erdogan dan Maduro menandatangani sejumlah kesepakatan komersial dan diplomatik, termasuk perjanjian antara kedua perusahaan minyak milik negara. Kesepakatan itu diteken ketika Erdogan berada di Venezuela.
Turki membeli emas dari Venezuela senilai $900 juta dalam kurun 9 bulan pertama 2018, menurut Badan Statistik Turki, menjadikan Turki sebagai importer emas terbesar Venezuela tahun ini. Perdagangan emas Venezuela melonjak naik sejak tahun 2016, ketika Turki membeli emas Venezuela senilai $84 juta.
Perekonomian Venezuela, yang sangat bergantung pada minyak, terpukul sangat keras setelah harga minyak anjlok tajam di tahun 2014. Hiperinflasi mengakibatkan rakyat tidak mampu membeli bahan pangan dan obat-obatan. Krisis ekonomi memicu krisi politik dan mendorong ribuan orang beremigrasi ke negara-negara tetangga.*