Hidayatullah.com–Para aktivis pembela hak perempuan di Argentina melakukan protes untuk menunjukkan kemarahan mereka, setelah seorang anak perempuan berusia 11 tahun korban pemerkosaan dipaksa melahirkan secara prematur dengan cara caesarian section, meskipun sebelumnya ada permintaan aborsi.
Anak malang itu hamil setelah diperkosa oleh pacar neneknya yang berusia 65 tahun, menurut laporan media lokal seperti dilansir Reuters Jumat (1/3/2019).
Ketika usia kehamilannya 19 minggu, dia pergi ke sebuah rumah sakit umum di Provinsi Tucuman untuk meminta aborsi, lapor media setempat.
Aborsi di Argentina boleh dilakukan jika kehamilan merupakan akibat penerkosaan, atau jika kesehatan si ibu terancam.
Akan tetapi, pihak berwenang setempat berlarut-larut mengambil keputusan sampai 5 pekan untuk memutuskan apakah izin aborsi diberikan atau tidak, sedangkan sejumlah dokter menolak melakukan prosedur aborsi dengan alasan “keberatan hati nurani”.
Sementara itu menurut laporan BBC, izin tidak segera dikeluarkan akibat ada kebingungan soal siapa wali dari gadis belia itu, yang berwenang menekan surat keterangan persetujuan tindakan aborsi. Ibu si anak perempuan tersebut konon sudah dicabut perwaliannya dan digantikan oleh si nenek. Akan tetapi perwalian si nenek hilang akibat dia membiarkan pemerkosaan yang dilakukan pacarnya itu terjadi terhadap cucunya sendiri.
Waktu terus bergulir dan perut gadis malang itu semakin membesar. Ketika izin keluar, terlalu riskan untuk dilakukan aborsi.
Akhirnya, dokter terpaksa melakukan operasi caesar untuk mengeluarkan bayi tersebut dalam kondisi sangat prematur dengan bobot yang sangat kecil.
“Ini merupakan penyalahgunaan wewenang yang sangat menjijikan yang dilakukan oleh para pejabat kesehatan provinsi, yang telah menempatkan dalam bahaya nyawa dan kesehatan seorang anak perempuan berusia 11 tahun dan memaksanya untuk melanjutkan kehamilan yang tidak diinginkannya,” kata Margareth Wurth, seorang peneliti senior hak-hak anak dari Human Rights Watch kepada Thomson Reuters Foundation.
Kasus anak tersebut mencuat hanya enam bulan setelah Senat Argentina dengan selisih suara tipis menolak RUU legalisasi aborsi, yang akan memungkin wanita dan anak perempuan meminta aborsi ketika usia kehamilannya 14 pekan ke bawah.
Mayoritas negara Katolik di kawasan Amerika Latin dan Karibia memiliki peraturan yang paling ketat soal aborsi sedunia. Bahkan sejumlah negara di Amerika Tengah sama sekali melarang aborsi dalam kondisi apapun.*