Hidayatullah.com–Pemerintah Solomon Islands (Kepulauan Solomon) mengatakan perjanjian yang ditandatangani salah satu provinsinya tentang penyewaan keseluruhan Pulau Tulagi ke sebuah perusahaan China adalah bertentangan dengan hukum dan harus dihentikan.
Penyewaan jangka panjang Pulau Tulagi oleh Provinsi Tengah ke perusahaan China Sam Enterprise Group diungkap ke publik tidak lama setelah negara kepulauan di kawasan Pasifik itu mengalihkan hubungan diplomatiknya dari Taipei ke Beijing pada bulan September. Perubahan sikap Kepulauan Solomon itu terhadap Beijing mengundang kecaman dari Amerika Serikat.
Jaksa Agung John Muria mengatakan provinsi dan perusahaan China tersebut tidak dapat membuat kesepakatan semacam itu tanpa persetujuan dari pemerintah pusat.
“Perjanjian itu tidak diperiksa oleh Kejaksaan Agung sebelum ditandatangani,” kata Muria dalam sebuah pernyataan hari Kamis (24/10/2019) seperti dilansir Reuters.
Perjanjian itu bertentangan dengan hukum, tidak dapat dilaksanakan dan harus dihentikan dengan segera, imbuhnya.
China beberapa tahun terakhir memperluas pengaruh finansial dan politiknya terhadap negara kecil di kawasan Pasifik itu, yang sebelum ini merupakan sekutu kuat Amerika Serikat di kawasan itu sejak Perang Dunia Kedua.
Kesepakatan yang dibuat Sam Group dengan Provinsi Tengah bertanggal 22 September itu dimaksudkan untuk memberikan kesempatan sangat luas kepada konglomerat asal China itu untuk membangun infrastruktur di Tulagi dan pulau-pulau di sekitarnya.
Bermarkas di Beijing, Sam Group merupakan konglomerat teknologi, investasi dan energi yang didirikan tahun 1985 sebagai sebuah badan usaha milik negara (BUMN) China.
Sam Group menolak menunjukkan pejabat eksekutifnya yang dapat memberikan keterangan kepada Reuters hari Jumat.
Dalam sebuah pernyataan di websitenya, Sam Group mengatakan perwakilannya sudah bertemu dengan Perdana Menteri Kepulauan Solomon Manasseh Sogavare di awal Oktober saat kunjungan delegasi negara itu ke China.
Tulagi merupakan pulau yang penting bagi Amerika Serikat sebagai lokasi pangkalan militernya di masa Perang Dunia Kedua. Pulau itu juga merupakan tempat di mana ibu kota Kepulauan Solomon berada sebelum dipindahkan ke Pulau Guadalcanal.
Yao Ming, wakil dubes China untuk Papua New Guinea, saat memberikan keterangan di Honiara ibu kota Kepulauan Solomon hari Rabu (23/10/2019) mengatakan bahwa China akan membangun sejumlah infrastruktur, termasuk gelanggang olahraga, sebagai “hadiah kenegaraan”.
Yao mengatakan bahwa Amerika Serikat dan Inggris secara historis bertangjung jawab menyebabkan banyak negara mengalami kesulitan keuangan.
“China bukanlah negara yang membuat apa yang disebut jebakan utang,” kata Yao kepada para jurnalis lokal, yang rekamannya diperoleh Reuters.
“Kalian bisa melihat negara mana yang terlilit utang … bukan China melainkan Amerika Serikat dan Inggris,” ujarnya.
Diplomat utusan Beijing itu juga mengatakan bahwa China akan mendukung Huawei Technologies yang akan mendirikan lebih banyak lagi infrastruktur di Kepulauan Solomon.*