Hidayatullah.com–Seorang pria di Tokyo menjajal pil MDMA, narkoba sintetik yang populer dengan nama pil ekstasi. Setelah obat bereaksi dia merasakan euphoria (kegembiraan luar biasa) sehingga mudah mengajak para wanita bercakap-cakap di sebuah klab malam kesukaannya.
MDMA lantas menjadi semacam bahan bakar bagi kehidupan malam pria tersebut, yang tinggal di daerah Nakano, Tokyo.
Pria Nakano tersebut mengaku didorong temannya untuk mencicipi MDMA sekitar 20 tahun silam, di sebuah klab malam di Shibuya. Kira-kira 15 menit setelah menelan pil, dia merasa mabuk kepayang dan bahagia. Sensasi euphoria itu berlangsung beberapa jam lamanya.
“Saya merasa tidak ada beban (melambung), dan hal itu menjadikan saya mudah mengajak wanita bercakap-cakap,” kenangnya.
Menenggak ekstasi kemudian menjadi kebiasaan, demikian pula menggoda para wanita di klub.
“Saya menggunakannya tanpa beban, seperti mengkonsumsi suplemen,” kisah pria itu.
Namun, dia kemudian mengetahui mengapa ekstasi juga disebut “gateway drug”.
“Saya tidak menyangka bahwa saya bisa sangat ketagihan dengan obat itu,” ujarnya.
Dari ekstasi, pria Nakano itu kemudian ingin mencicipi jenis narkoba yang lebih berat. Dia mulai menggunakan mariyuana dan kokain.
Suatu hari, dia memperoleh bubuk putih dari seorang pengedar. Barang itu berupa methamphetamine, dan dia pun ketagihan dengan stimulan itu.
Pria Nakano ini ditangkap pada tahun 2007 dalam kasus narkoba. Namun, dia tidak dapat menghilangkan kecanduannya, sehingga dia ditangkap untuk kedua kalinya dan dijebloskan ke dalam sel penjara.
Tidak hanya itu, pria Nakano ini juga dipecat dari pekerjaannya dan bercerai dari istrinya.
Sekarang dia berusia 46 tahun dan sudah menikah kembali. Akan tetapi, dia masih merasakan godaan untuk menggunakan narkoba lagi.
Masahiko Funada, kepala bagian Departemen Riset Ketergantungan Narkoba di Institut Kesehatan Mental Nasional, mengatakan bahwa penggunaan MDMA secara terus menerus akan “meningkatkan ketergantungan, sehingga pecandunya ingin merasakan jenis narkoba lain yang lebih kuat seperti kokain dan stimulan lainnya,” kutip Asahi Shimbun Selasa (7/1/2020).
Penangkapan aktris Erika Sawajiri atas kepemilikan MDMA bulan November 2019 menjadikan masalah ekstasi kembali disoroti di Jepang, terutama penggunaannya di kalangan anak muda.
Menurut data Kepolisian Nasional Jepang, 42 individu ditangkap atau menjadi target operasi dalam kasus MDMA dan narkoba sintetis lainnya antara Januari dan Juni 2019. Angka itu hampir dua kali lipat dari periode yang sama tahun 2018.
Pada masa itu, sekitar 43.000 butir pil MDMA disita aparat, atau hampir 90 kali lebih banyak dari total sitaan tahun 2014.
Dalam satu tangkapan besar, seorang pria Jerman diringkus di Bandara Kansai dengan bawaan berupa 10.000 pil MDMA di dalam kopernya.
Sebagian besar narkoba itu diselundupkan ke Jepang dari Belanda, Inggris, Jerman, Prancis dan negara Eropa lainnya, kata kepolisian.
Sesampainya di Jepang, ekstasi itu diedarkan oleh dealer seperti seorang wanita berusia 20-an tahun ini, yang bersedia berbicara dengan Asahi Shimbun tentang pengalamannya sebagai pengedar narkoba di masa lalu.
Wanita muda itu mengatakan dia mendapat pesanan dari broker-broker di klab malam di distrik Shibuya dan Roppongi, Tokyo. Wanita itu kemudian akan mengunjungi klab-klab malam itu, melakukan kontak mata dengan broker untuk menkonfirmasi calon pembeli, lalu bicara dengan kliennya.
“Sulit untuk kena tangkap karena suara musiknya sangat keras dan klab penerangannya temaram,” cerita wanita itu, seraya menambahkan bahwa pelanggannya kebanyakan berusia 30-an tahun.
Bekas pengedar narkoba ini juga menyinggung tentang kasus Erika Sawajiri, 33, yang didakwa melanggar UU antinarkoba.
“Setiap pil dijual dengan harga 5.000 yen (sekitar 639.900 rupiah),” ujarnya. “Tipe kapsul seperti yang ditemukan di rumah Sawajiri itu disebut ‘pure’ yang level kemurniannya tinggi. Saya menjual yang semacam itu 7.000 yen sebutir,” paparnya.
Juga dikenal dengan nama “batsu” di Jepang, MDMA tinggal langsung ditelan untuk merasakan sensasi “melayang” yang ditimbulkannya. Efek dari narkoba itu, orang seperti mendapatkan energi ekstra dan halusinasi.
“Penghuna umumnya tidak terlalu merasa berdosa mengkonsumsinya, sebab tidak perlu menggunakan alat suntik seperti narkoba stimulan lain,” kata seorang sumber investigasi kepada Asahi Shimbun.*
kurs 1 yen Jepang = 127,9 rupiah.