Hidayatullah.com— Pengadilan yang dibentuk PBB untuk menyelidiki kematian mantan Perdana Menteri Rafik Hariri menemukan bahwa ada keterlibatan seorang anggota kelompok Syiah Hizbullah Libanon dalam pembunuhannya. Mantan Perdana Menteri Rafik Hariri terbunuh dalam sebuah ledakan bom besar pada tahun 2005.
Salim Ayyash, anggota Hizbullah tersebut, didakwa bersalah. Sementara tiga tersangka anggota Hizbullah lain didakwa tidak bersalah pada Selasa lapor Al Jazeera (18/08/2020).
Keputusan Pengadilan Khusus untuk Libanon (STL) – sebuah pengadilan internasional berbasis di dekat Den Haag, Belanda – dikeluarkan lebih dari 15 tahun setelah Hariri terbunuh pada 14 Februari, 2005, bersama dengan 21 korban lain dalam ledakan besar di ibukota, Beirut. Keempat anggota milisi Syiah dukungan Iran yang juga partai politik di Libanon dituduh mengatur dan melakukan serangan tersebut, meskipun kelompok itu tidak dituntut secara resmi dan menolak keterlibatan apapun.
“Kami menerima putusan pengadilan dan ingin keadilan ditegakkan,” kata mantan Perdana Menteri Saad Hariri. Dia juga menginginkan “hukuman yang adil” bagi para penjahat.
Hariri mengatakan mereka yang membunuh ayahnya memiliki tujuan untuk “mengubah wajah Libanon dan sistem serta identitas beradabnya”. “Tidak ada kompromi terkait masalah ini”, tambahnya.
Keempat anggota Hizbullah – Salim Ayyash, Assad Sabra, Hassan Oneissi, dan Hassan Habib Merhi – diadili secara absensia. Hal tersebut terjadi karena Hizbullah menolak untuk mengungkapkan keberadaan mereka.
Ayyash menggunakan ponsel yang diidentifikasi oleh jaksa sebagai orang yang berperan penting dalam serangan itu, kata seorang hakim. Pengadilan STL “puas tanpa keraguan” dengan bukti yang menunjukkan bahwa Ayyash menggunakan telepon, tambah Hakim Micheline Braidy, membaca ringkasan dari putusan 2.600 halaman.
Namun, bukti-bukti lain tidak cukup untuk membuktikan bahwa ketiga tersangka lain adalah kaki tangannya, kata Hakim Janet Nosworthy.
‘Dirancang untuk menimbulkan ketakutan’
Hakim ketua David Re mengatakan sebagian besar bukti didasarkan pada data jaringan seluler. Terdakwa dituduh melacak pergerakan selama beberapa bulan menjelang serangan itu, dan telepon menjadi “gelap” setelah ledakan.
Hakim Nosworthy mengatakan empat jaringan telepon seluler yang berbeda “saling berhubungan dan terkoordinasi satu sama lain, dan dioperasikan sebagai jaringan rahasia pada waktu yang relevan”.
“Pengadilan telah menemukan tanpa keraguan bahwa seorang pembom bunuh diri memicu ledakan itu,” kata Re, membacakan putusan pengadilan. Selain itu pengadilan juga mengungkapkan bahwa “tindakan terorisme yang dirancang untuk menimbulkan ketakutan pada penduduk Lebanon” itu bermotivasi politik.
Pembunuhan itu telah menjurumuskan Libanon ke dalam krisis terburuknya sejak perang saudara 1975-1990, yang memicu konfrontasi antara faksi politik yang bersaing selama bertahun-tahun.
Pasukan Suriah, yang berbasis di Libanon selama lebih dari 40 tahun, dipaksa untuk mundur ke negaranya karena banyak warga Libanon yang menyalahkan Damaskus atas pembunuhan itu. Pengadilan membebaskan kepemimpinan Hizbullah dan Suriah dengan alasan kurangnya bukti, sementara Suriah yang dipimpin Bashar al-Assad telah menyangkal keterlibatan apapun.
“Persidangan berpandangan bahwa Suriah dan Hizbullah mungkin memiliki motif untuk melenyapkan Hariri dan beberapa sekutu politiknya,” kata Re. “Namun, tidak ada bukti bahwa kepemimpinan Hizbullah terlibat dalam pembunuhan Hariri, dan tidak ada bukti langsung keterlibatan Suriah di dalamnya,” lanjutnya.
Menurut Zeina Khodr dari Al Jazeera, putusan itu “secara tidak langsung menunjuk pada Hizbullah”. Pengadilan PBB tidak diizinkan untuk mendakwa negara, pemerintah atau organisasi, tetapi hanya dapat mengeluarkan putusan pada individu, katanya.
Menyusul keputusan pengadilan PBB itu, Libanon diharapkan untuk menyerahkan Ayyash untuk diadili. Namun pemerintah, di mana Hizbullah dan sekutunya memegang kekuasaan politik, diperkirakan tidak akan melakukannya.
Sekjen kelompok Syiah Libanon itu, Hassan Nasrallah, telah berulang kali mengatakan dia tidak akan menyerahkan anggotanya. Seperti pada pekan lalu, dia bersikeras bahwa anggotanya tidak bersalah dan menyebut pengadilan melakukan konspirasi terhadap kelompoknya.
“Jadi … apakah hubungan internasional Lebanon akan terpengaruh dengan mempertimbangkan bahwa Hizbullah dan sekutunya mengontrol kekuatan politik?” Kata Khodr. “Atau akankah ini membuka pintu untuk semacam kompromi antara Hizbullah dan mantan PM Hariri yang sekarang menjadi oposisi dan calon yang mungkin untuk memimpin pemerintahan berikutnya?”*