Hidayatullah.com—Di kota Yanbu di pesisir Arab Saudi, bangunan bertembok putih dan kayu gelap yang baru saja direvonasi tampak mencolok di antara deretan bangunan yang terabaikan. Rumah itu terkenal karena penghuninya: seorang intelijen Inggris Thomas Edward Lawrence, lebih dikenal sebagai Lawrence of Arabia, yang tinggal di kota tua Yanbu antara tahun 1915 dan 1916 pada awal Pemberontakan Arab.
Bekas rumah Lawrence adalah yang pertama mendapat manfaat dari proyek restorasi kementerian pariwisata Saudi untuk kawasan tua Yanbu. Selama abad yang lalu, rumah dua tingkat yang tadinya elegan menjadi terabaikan, rusak di beberapa bagian meskipun ada seruan dari sejarawan untuk melindungi situs, memulihkan rumah dan membukanya untuk umum, kata Wali Kota Ahmed Al Mahtout.
“Kami baru saja menyelesaikan tahap pertama restorasi dan berharap pada akhir tahun kami sudah siap sepenuhnya untuk pengunjung,” katanya kepada The National. “Kediaman ini mendapatkan nilainya dari sejarahnya dan banyak turis asing [ingin] tinggal di rumah petugas intelijen Inggris,” tambahnya.
Namun rumah yang sudah lama ditinggalkan itu juga terus menjadi fokus rumor setempat bahwa setelah Lawrence pergi, bangunan itu dihuni oleh hantu yang menghantui siapa pun yang mendekat. Al Mahtout membantah bahwa rumah itu berhantu dan mengatakan itu bukan faktor pengabaian daerah itu.
“Saya mendengar bahwa ketakutan terhadap hantu telah menyebabkan pengabaian dan saya katakan itu tidak benar. Rumah itu sekarang menjadi bagian terdaftar dari warisan sejarah Yanbu dan wisatawan dapat mengunjunginya. ”
Pemberontakan Arab Besar terjadi pada akhir Perang Dunia Pertama saat Kekhalifahan Utsmaniyah memihak Jerman melawan Inggris dan Prancis. Lawrence, seorang perwira intelijen yang berbasis di Kairo, dikirim untuk membantu orang Arab bangkit dan menggulingkan penguasa dari Kekhalifahan Utsmani hingga lahir kerajaan Arab Saudi.
“Thomas Edward pertama kali tiba di Yanbu pada November 1916, setelah penunjukannya sebagai penghubung antara pasukan Inggris dan Arab pada awal abad terakhir, tepat sebelum pecahnya Revolusi Arab,” kata Saleh Al Sayed, seorang peneliti sejarah .
Lawrence bertemu dengan Faisal bin Al Hussein, putra ketiga dari Amir Makkah, Hussein bin Ali, yang kemudian memimpin pasukan Arab melawan tentara Utsmaniyah. “Dari kamp Sharif Faisal bin Al Hussein di desa Al Hamar di Wadi Al Safa [70 kilometer jauhnya], dia mengirim dengan sekitar 14 orang dari pasukan Sharif Abdul Karim bin Bedaiwi untuk mengantar Lawrence ke Yanbu.”
Meskipun detailnya tidak jelas, sejarawan itu mengatakan Lawrence menghabiskan tiga atau empat hari di wisma Abdul Qadir Al Abdo, yang saat itu menjabat sebagai gubernur Yanbu. Rumah itu sekarang dimiliki oleh keluarga lokal yang terkenal, kata Al Sayed.
Yanbu dikenal karena sejarahnya yang kaya, setidaknya sejak 2.500 tahun yang lalu. Sejarah paling awal menempatkan Yanbu sebagai titik pengiriman di rute rempah-rempah dan dupa dari Yaman ke Mesir dan ke Mediterania. Selama pemberontakan, kota ini berfungsi sebagai suplai dan basis operasi untuk pasukan Arab dan Inggris yang memberontak dari Kekhalifahan Utsmaniyah.
Saat ini, Yanbu adalah pusat industri besar dengan tiga kilang minyak. Namun kota pantai berpasir putih dan perairan biru Laut Merah yang menakjubkan juga menjadikannya tujuan populer bagi pengunjung pantai, perenang, dan penyelam scuba.*