Hidayatullah.com–Presiden Tunisia Kais Saied hari Rabu (30/3/2022) membubarkan parlemen, satu lagi langkah kontoversial yang dilakukannya sejak menjabat.
Dilansir Associated Press, Presiden Kais Saied mengumumkan keputusan itu dalam pidato yang disiarkan di televisi, setelah para anggota legislatif yang dipimpin partai oposisi menggelar rapat virtu guna mencari jalan untuk menganulir langkah-langkah Presiden Kais Saied yang memborong kekuasaan di tangannya tahun lalu.
Sebagai mana diketahui, Saied telah menghentikan aktivitas parlemen, yang akibatnya sejak Juli 2021 mereka tidak dapat menggelar rapat secara resmi. Kala itu, Saied berdalih negara dalam “jurang bahaya” karena masyarakat terus menggelar aksi protes dan krisis perekonomian negara berkepanjangan. Sejak itu, dia menjalankan pemerintahan dengan cara mengeluarkan dekrit.
Gaya pemerintahan Saied dipandang sebagian kalangan telah mencoreng citra Tunisia sebagai model demokrasi dan pluralisme di kawasan Arab. Aksi protes tahun 2011 yang menggulingkan kekuasaan diktator Zine El Abidine Ben Ali, menginspirasi rakyat di beberapa negara Arab untuk turun ke jalan memprotes pemerintahan yang dianggapnya tidak adil dan sewenang-wenang.
Ketua parlemen Rached Ghannouchi, pentolan partai berlatar belakang Islam Ennahdha, mengadakan sesi parlemen virtual khusus untuk menolak langkah-langkah Saied, dengan peserta 116 dari 217 legislator. Partai itu dan para kritikus lainnya menggambarkan tindakan presiden tahun lalu sebagai kudeta yang tidak konstitusional.
Menanggapi rapat virtual itu, Saied mengecam sesi parlemen itu sebagai “ilegal dan tidak sah” dan menuduh anggota parlemen yang berpartisipasi terlibat dalam upaya “makar” membayakan keamanan Tunisia yang bertujuan untuk menyebarkan perpecahan di masyarakat. Dia memperingatkan bahwa dirinya menentang kekerasan politik, mengancam penyelenggara dengan gugatan hukum dan mengumumkan dia membubarkan parlemen seluruhnya.
“Dalam masa-masa sulit dan rentan ini, tugas dan tanggung jawab mengharuskan kita untuk melindungi negara dari kehancuran,” katanya beralasan.
Saied berjanji akan menggelar referendum tentang reformasi politik yang direncanakan pada 25 Juli — bertepatan dengan peringatan hari dia mulai memborong kekuasaan — dan pemilihan legislatif baru pada 17 Desember.*