Hidayatullah.com–Libya mengecam komentar Islamofobia Emmanuel Macron baru-baru ini dan menuntut permintaan maaf dari pemimpin Prancis tersebut, The New Arab melaporkan.
Kementerian luar negeri Libya mengecam keras pernyataan kontroversial Macron baru-baru ini tentang Islam, menggambarkannya sebagai sangat ofensif dan menghina Nabi Muhammad.
Dalam sebuah pernyataan kepada Arabi21, juru bicara kementerian luar negeri Libya, Ahmed Al-Qeblawi mengatakan komentar menghina Macron dirancang untuk memicu kebencian demi keuntungan politik dan memintanya untuk meminta maaf kepada dunia Islam.
Pernyataan tersebut menolak klaim bahwa komentar Macron dilindungi oleh hak kebebasan berbicara, mencatat bahwa Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa pada 2018 menyatakan bahwa menghina Nabi tidak dianggap sebagai bagian dari kebebasan berekspresi.
Ia meminta presiden Prancis untuk menahan diri dari pernyataan provokatif lebih lanjut dan mendesaknya untuk mengeluarkan pernyataan kepada lebih dari satu miliar Muslim, termasuk jutaan Muslim Prancis.
Prancis menganggap satir religius berada di bawah kebebasan berekspresi, sementara banyak Muslim menganggap serangan apa pun terhadap nabi mereka dianggap sebagai pelanggaran berat.
Pada 16 Oktober, seorang pemuda berusia 18 tahun asal Chechnya membunuh seorang guru yang telah memperlihatkan karikatur Muhammad di kelas.
Saat mengenang guru tersebut pada hari Rabu (22/10/2020), Macron mengatakan Prancis tidak akan melepaskan kebebasannya.
Pembunuhan mengerikan tersebut, terjadi ketika pemerintah Prancis menyusun undang-undang yang direncanakan untuk melawan apa yang disebut “separatisme Islam’, yang diklaim Macron telah menciptakan masyarakat paralel yang melawan nilai-nilai Prancis.
Seruan untuk memboikot barang-barang Prancis juga datang dari kelompok-kelompok di Yordania, Kuwait dan Qatar setelah Presiden Emmanual Macron mengatakan negaranya tidak akan “menyerahkan kartun” yang menggambarkan nabi.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Di Arab Saudi, ekonomi terbesar di dunia Arab, tagar yang menyerukan boikot pengecer supermarket Prancis Carrefour menjadi topic terpopuler kedua pada hari Ahad (25/10/2020).
Kementerian luar negeri Prancis juga mendesak negara-negara di mana seruan boikot telah dilakukan untuk menghentikan mereka dan memastikan keamanan warga Prancis.
“Seruan untuk boikot tidak berdasar dan harus segera dihentikan, seperti halnya semua serangan terhadap negara kami yang telah dimanipulasi oleh minoritas radikal,” kata pernyataan kementerian.*