Hidayatullah.com–Para politisi di majelis rendah parlemen Argentina meloloskan rancangan undang-undang yang akan mendekatkan satu langkah lagi negara mayoritas Katolik itu untuk melegalkan aborsi yang sejak lama diperjuangkan aktivis hak-hak wanita.
Anggota majelis rendah menyetujui RUU itu dengan suara 131 versus 117, setelah berdebat selama 20 jam dari hari Kamis sampai Jumat pagi.
RUU yang diajukan Presiden Alberto Fernandez itu memperbolehkan aborsi dilakukan terhadap kandungan yang berusia sampai dengan 14 minggu.
“Saya seorang Katolik, tetapi saya harus membuat undang-undang untuk semua rakyat,” kata Presiden Fernandez hari Kamis. “Karena ini adalah masalah kesehatan publik yang sangat serius,” ujarnya.
Sebelum menjadi UU, rancangan tersebut harus diloloskan majelis tinggi, Senat, yang dijadwalkan akan melakukan pemungutan suara sebelum akhir tahun ini, lansir BBC Jumat (11/12/2020).
Di Senat kemungkinan RUU itu akan mendapatkan penentangan BNN lebih besar. Pasalnya pada tahun 2018, Senat pernah menolak RUU serupa yang sudah diloloskan majelis rendah.
Hari Kamis, Gereja Katolik Roma mengulangi kembali sikap oposisinya terhadap aborsi, meminta agar para politisi merenungkan kembali apa maksudnya dari menghormati kehidupan.
Bersikap berlawanan, Menteri Wanita, Gender dan Keberagaman Elizabeth Gomez Alcorts lewat Twitter berkata, “Kita menorehkan babak baru dalam sejarah kita.”
UU yang berlaku saat ini hanya memperbolehkan aborsi dalam kasus pemerkosaan atau apabila si ibu terancam keselamatan atau kesehatannya.
Sampai sekarang banyak wanita di Argentina menghadapi masalah hukum akibat aborsi yang dilakukannya.
Sekitar 38.000 wanita setiap tahun membutuhkan perawatan rumah sakit akibat aborsi berbahaya yang dilakukannya secara diam-diam, menurut pemerintah Argentina.
Sejak 1983 diperkirakan ribuan wanita meninggal dunia akibat prosedur aborsi ilegal yang mengabaikan protokol keselamatan.*