Hidayatullah.com– Seorang dokter Uighur dipenjara atas tuduhan terorisme dan masalah itu dikonfirmasi di Beijing hari Kamis, sehari setelah keluarganya memberi tahu politisi AS bahwa ia dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. Amerika Serikat pada hari Rabu menyerukan pembebasan seorang dokter Muslim Uighur yang menurut kerabatnya di penjara China karena aktivi hak asasi.
Gulshan Abbas hilang dalam tahanan sekitar dua tahun lalu, tetapi keluarganya mengatakan kepada komite kongres AS bahwa dia dijatuhi hukuman 20 tahun penjara menyusul aktivitasnya di Uighur. Abbas – seorang pensiunan dokter yang fasih berbahasa Mandarin – ditangkap pada September 2018, menurut pernyataan yang dibuat oleh saudara perempuannya, Rushan Abbas, kepada Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS tahun lalu.
Rushan Abbas, yang tinggal di AS, berbicara untuk mengkampanyekan pembebasan saudara perempuannya. “Hari ini keluarga saya membagikan berita buruk yang kami terima pada Hari Natal, bahwa saudara perempuan saya, Dr Gulshan Abbas, dijatuhi hukuman 20 tahun penjara oleh rezim China,” tulis Rushan dalam ciutan di twitter.
Putri Gulshan Abbas mengatakan dalam sebuah pengarahan yang diselenggarakan dengan Komisi Eksekutif Kongres AS untuk China (CECC) bahwa keluarga tersebut baru-baru ini mengetahui ibunya menerima hukuman atas tuduhan ‘terkait terorisme’ setelah menghilang pada September 2018. CECC adalah badan independen pemerintah AS yang memantau hak asasi manusia di Republik Rakyat China.
Putrinya, Ziba Murat, menyebut tuduhan itu “tidak masuk akal”. Adik Gulshan, Rushan Abbas, mengatakan tudahan kakaknya karena keterlibatanya dalam aktivis HAM.
“Kami telah berkomitmen untuk bekerja untuk membela hak-hak rakyat kami dan mengadvokasi keadilan, dan sekarang saudara perempuan kami ditolak keadilan sebagai hukuman,” kata Rushan.
Berbicara kepada wartawan, juru bicara Kementerian Luar Negeri Wang Wenbin mengatakan Abbas telah dijatuhi hukuman oleh pengadilan China dengan tuduhan ‘berpartisipasi dalam kekerasan terorganisir, membantu kegiatan teroris dan mengganggu ketertiban sosial’. Namun, China tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang tuduhan kriminalnya.
Asisten menteri luar negeri AS untuk demokrasi, hak asasi manusia dan tenaga kerja, Robert Destro, mengatakan Gulshan Abbas harus dibebaskan. “Penghilangan paksa, penahanan dan hukuman keras oleh PKC (Partai Komunis China) adalah bukti dari sebuah keluarga yang menderita akibat berbicara menentang pemerintah yang tidak menghormati hak asasi manusia,” katanya dikutop Daily Sabah.
Kedutaan Besar China di Washington tidak menanggapi ketika ditanya perincian status Gulshan Abbas. Ketua CECC, Perwakilan Demokrat James McGovern, menyebut hukuman terhadap anggota keluarga yang tidak bersalah dalam apa yang dia katakan sebagai upaya untuk membungkam kebebasan berekspresi “tercela secara moral.”
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Dia mengatakan itu hal itu merupakan bagian dari “penganiayaan massal” terhadap orang Uighur di China yang telah melibatkan penahanan sebanyak 1,8. juta di kamp interniran, kerja paksa dan pelanggaran lainnya.
Kelompok hak asasi manusia mengatakan sekitar satu juta orang Uighur dan minoritas Turki lainnya menderita kondisi seperti penjara di kamp-kamp penahanan di provinsi Xinjiang, barat laut China. Banyak negara dan organisasi Barat termasuk AS, Uni Eropa (UE), dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengkritik kebijakan Rezim China di Xinjiang, yang baru-baru ini mendemonstrasikan praktik kerja paksa yang melibatkan Muslim Uighur.
Ini menunjukkan adanya penyalahgunaan rantai pasokan tekstil pada khususnya, di mana kapas yang dipanen di Xinjiang dengan tenaga kerja paksa atau murah diyakini akan menjadi pakaian murah untuk pasar Barat.*