Hidayatullah.com | SETIAP orangtua tentu ingin anaknya beriman. Tapi bagaimana caranya?
Setiap anak lahir dalam kondisi fitrah (Islam). Adapun kualitas keislaman si anak pada hari mendatang sangat tergantung kepada pola asuh orangtua.
Di sinilah pentingnya orangtua melimpahi pendidikan iman ke dalam jiwa anak sejak dini. Sehingga anak tidak beralih kepada agama Yahudi, Nasrani atau Majusi. Dengan pendidikan iman yang baik dari orangtua, maka keislaman anak makin kokoh dari waktu ke waktu.
Rasulullah Muhammad ﷺ bersabda;
عَنْ الزُّبَيْدِيِّ عَنْ الزُّهْرِيِّ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ
Dari Abu Hurairah, dia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: ‘Seorang bayi tidak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi -sebagaimana hewan yang dilahirkan dalam keadaan selamat tanpa cacat. (Riwayat Al-Bukhari).
Ketika Benih Iman Ditabur
Iman diibaratkan benih yang ditabur petani. Setelah benih ditabur, langkah selanjutnya adalah menjaga dan merawat benih itu agar ia bisa tumbuh dan berkembang dan nanti bisa berbuah lebat. Tanpa perawatan dan penjagaan yang baik, bisa dipastikan benih itu akan sulit tumbuh dan berkembang. Bahkan, akan mengering dan mati.
Iman seperti benih, bila tanpa dirawat dan dipupuk ia akan menjadi lemah. Bahkan, mudah dirampas oleh setan. Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam al-Ghazali menasehatkan, “Keimanan akan sangat mudah goyah pada awal pertumbuhannya, apalagi di kalangan anak kecil dan kaum awam. Oleh karena itu, iman harus selalu diperkokoh.”
Sungguh iman telah ada dalam jiwa anak. Tugas orangtua berikutnya adalah menjaga, merawat, serta memupuknya dengan pendidikan iman, sehingga iman anak makin kokoh dari waktu ke waktu. Lantas, pendidikan iman seperti apa yang mesti diberikan agar iman anak makin kokoh?
Merenungi Hakekat Diri
Seringkali seseorang enggan beribadah, berdo’a dan taat kepada perintah-Nya disebabkan ketidakpahamannya terhadap hakikat dirinya. Pemahaman terhadap hakikat diri ini sangat membantu jiwa manusia untuk melakukan apa yang semestinya ia lakukan. Di sini orangtua perlu menanamkan pemahaman terkait hakikat diri pada jiwa anak sejak dini. Ajaklah anak untuk mencari jawaban dari pertanyaan, ‘siapakah manusia itu, dari bahan apakah manusia diciptakan, untuk apa manusia diciptakan, mau ke mana setelah hidup ini serta bekal apa yang harus dipersiapkan manusia agar beruntung di dunia hingga di akhirat?
Memahamkan hakikat diri kepada anak ini bisa menggunakan materi dalam Surat Al Alaq ayat 1-5:
ٱقْرَأْ بِٱسْمِ رَبِّكَ ٱلَّذِى خَلَقَ
خَلَقَ ٱلْإِنسَٰنَ مِنْ عَلَقٍ
ٱقْرَأْ وَرَبُّكَ ٱلْأَكْرَمُ
ٱلَّذِى عَلَّمَ بِٱلْقَلَمِ
عَلَّمَ ٱلْإِنسَٰنَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Orangtua perlu menjelaskan kepada anak dengan bahasa yang mudah dipahami akal anak terkait intisari dari surat Al Alaq ayat 1-5.
Misalnya dengan mengatakan, “Nak…kita ini makhluk yang diciptakan Allah SWT dari segumpal darah yang hina. Tidak ada yang pantas kita banggakan atas diri kita. Semua kita, baik yang kaya, miskin, tampan, tidak tampan, semua tercipta dari segumpal darah.
Maka, kita tidak patut sombong terhadap orang lain, apalagi sombong kepada Dzat pencipta kita. Sebagai makhluk yang diciptakan, kita ini lemah. Sedangkan Allah SWT yang mencipta kita adalah Dzat yang maha perkasa yang keperkasaan-Nya tak tertandingi oleh apapun dan siapapun. Dan atas segala nikmat-Nya kita tak pantas mengkufuri-Nya.”
Dengan berbagai nikmat yang dilimpahkan oleh-Nya, sudah semestinya kita makin bersyukur. Kita mesti takut bila Dia meninggalkan kita.
Agar Dia terus melimpahkan rahmat, maka jalan yang harus kita lakukan adalah terus beribadah dan berbuat taat kepada-Nya. Kita beribadah bukan untuk Allah SWT, tapi untuk kita sendiri. Ibadah adalah tangga bagi seorang hamba untuk meraih rahmat dan kasih sayang-Nya.”
Itulah pendidikan iman yang mesti diberikan kepada anak. Ketika akal anak telah memahami siapa Allah SWT dan siapa dirinya, bagaimana kedudukan dirinya dan bagaimana kedudukan Allah SWT, maka anak akan sadar bahwa yang mesti dilakukan oleh manusia adalah beriman dan terus beribadah kepada-Nya. Ketika kesadaran iman itu telah bersemi pada jiwa anak, maka anak tidak akan terbebani dengan berbagai kewajiban ibadah.
Sebab, mereka sadar bahwa beribadah itu adalah perwujudan rasa syukur kepada-Nya. Ibadah itu bukan untuk Allah SWT, tapi untuk diri manusia sendiri. Dan ibadah ini juga akan menjadi bekal manusia untuk mengarungi kehidupan abadi kelak.
Melihat Fenomena Alam
Untuk mengokohkan iman anak, bisa juga ditempuh dengan cara membuka wawasan anak terhadap tanda-tanda kekuasaan Allah SWT yang mengagumkan. Ajaklah anak melihat fenomena alam semesta dan merenungkan ciptaan-Nya.
Sadarkan jiwanya, betapa kecil diri manusia ini bila dibandingkan ciptaan-Nya yang begitu besar berupa alam semesta ini. Kikis habis sikap angkuh yang masih bersemayam dalam jiwa mereka. Sampaikan beragam tanda-tanda kekuasaan Allah SWT itu melalui bahasa verbal yang bisa dipahami oleh akal anak.
Orangtua bisa menggunakan ayat-ayat al-Qur’an sebagai kurikulum verbal untuk mengokohkan keimanan anak kepada Allah SWT, seperti Surat An Nahl : 10-12:
هُوَ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءً ۖ لَّكُم مِّنْهُ شَرَابٌ وَمِنْهُ شَجَرٌ فِيهِ تُسِيمُونَ
يُنۢبِتُ لَكُم بِهِ ٱلزَّرْعَ وَٱلزَّيْتُونَ وَٱلنَّخِيلَ وَٱلْأَعْنَٰبَ وَمِن كُلِّ ٱلثَّمَرَٰتِ ۗ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَةً لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلَّيْلَ وَٱلنَّهَارَ وَٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ ۖ وَٱلنُّجُومُ مُسَخَّرَٰتٌۢ بِأَمْرِهِۦٓ ۗ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
“Dia-lah yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebahagiannya menjadi minuman dan sebahagiannya menyuburkan tumbuh-tumbuhan, yang pada tempat tumbuhnya kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang memikirkan. Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan untukmu dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang memahaminya.”
Tentu masih banyak ayat-ayat al Qur’an yang bisa dijadikan kurikulum verbal oleh orangtua untuk menunjukkan keagungan Allah SWT kepada anak. Orang tua bisa menggali kemudian menyampaikan kepada anak ayat al Qur’an yang berisi tanda-tanda kekuasaan Allah SWT.
Mengenalkan tanda-tanda kekuasaan-Nya, bisa juga ditempuh melalui berwisata bersama anak. Saat berwisata, orangtua bisa mengajak anak untuk mengamati betapa tingginya gunung, luas dan indahnya lautan, indahnya pemandangan, beragamnya tumbuh-tumbuhan dan keragaman ciptaan lainnya. Sampaikan kepada anak, bahwa berbagai keindahan dan keragaman penciptaan itu adalah tanda-tanda kemahakuasaan Allah SWT. Sehingga tidak patut bagi manusia untuk sombong dan kufur kepada-Nya.
Iman Makin Bersemi dan Kokoh
Melalui pendidikan iman di atas, kita berharap rasa membutuhkan Allah SWT akan bersemi di hati anak. Setelah memahami kelemahan diri, semoga anak merasa perlu memiliki tempat bersandar. Dan tiada yang patut menjadi sandaran, kecuali Allah SWT. Dari sini akan lahir kesadaran jiwa anak untuk berserah diri dan beriman kepada Allah SWT. Dari sini pula, iman anak akan terus bersemi dan semakin kokoh dari waktu ke waktu. Dengan iman yang kokoh ini, anak akan ringan untuk beribadah dan membangun ketaatan kepada-Nya. Allahu a’lamu bishshowab. */Imam Nawawi, ayah dari tiga anak tinggal di Jakarta