Hidayatullah.com–Seorang remaja di Singapura telah ditahan di bawah Undang-undang Keamanan Dalam Negeri (ISA) karena merencanakan untuk membunuh Muslim di dua masjid pada 15 Maret. Rencana ini dilakukan bertepatan serangan teror di Christchurch pada 2019, kata pemerintah Singapura hari Rabu (27/1/2021).
Dilansir Al Jazeera , pelajar berusia 16 tahun itu, yang merupakan seorang Kristen Protestan beretnis India, adalah tahanan termuda yang ditahan berdasarkan undang-undang tersebut, kata Kementerian Dalam Negeri Singapura (MOHA). Dalam pernyataannya, MOHA menambahkan bahwa pelaku yang terinspirasi oleh “ideologi ekstrimis kanan jauh”, ditahan pada bulan lalu.
“Seorang siswa sekolah menengah pada saat itu, ditemukan telah membuat rencana dan persiapan rinci untuk melakukan serangan teroris menggunakan parang terhadap Muslim di dua masjid di Singapura,” kata kementerian itu.
Hukum ISA mengizinkan penahanan tanpa pengadilan. Remaja tersebut, yang belum diidentifikasi, telah memetakan rutenya dan memilih Masjid Assyafaah dan Masjid Yusof Ishak sebagai target di dekat rumahnya di Singapura utara. Kementerian itu menambahkan bahwa dia juga berniat untuk menyiarkan langsung serangan yang direncanakannya.
Baca: ‘Khilafah Utsmani dan Perang Salib’, Pesan Teror Brenton Tarrant
“Dia meradikalisasi diri, dimotivasi oleh antipati yang kuat terhadap Islam dan ketertarikan pada kekerasan,” katanya. “Dia juga telah menonton video propaganda kelompok teror ISIS, dan sampai pada kesimpulan yang salah bahwa ISIS mewakili Islam, dan bahwa Islam meminta para pengikutnya untuk membunuh orang yang tidak beriman,” tambah pernyataan itu merujuk pada kelompok teror global.
Kementerian mengatakan remaja itu jelas dipengaruhi oleh supremasi kulit putih Australia Brenton Tarrant yang menembak mati 51 Muslim yang menghadiri sholat Jumat di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru pada 15 Maret 2019. Dia juga menyiarkan penembakan itu secara langsung di Facebook.
Baca: Penjara Seumur Hidup Tanpa Bebas Bersyarat untuk Pelaku Pembantaian 51 Muslim di New Zealand
Tarrant dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat tahun lalu pada Agustus. Kemendagri Singapura mengatakan dalam pernyataannya bahwa remaja tersebut mengakui selama penyelidikan bahwa dia hanya dapat “memperkirakan dua hasil dari rencananya – bahwa dia ditangkap sebelum dia dapat melakukan serangan, atau dia melaksanakan rencananya dan kemudian terbunuh oleh tentara dan polisi.”
“Dia telah mempersiapkan semuanya, tahu bahwa dia akan mati, dan dia siap untuk mati,” Menteri Hukum dan Dalam Negeri K Shanmugam seperti dikutip oleh media lokal.
Pada bulan Desember, Departemen Keamanan Internasional (ISA) mengatakan seorang pria Singapura berusia 48 tahun ditahan di bawah ISA karena “aktif” terlibat dalam perang saudara di Yaman. “Sheik Heikel Khalid Bafana, yang berada di Yaman dari 2008 hingga 2019, telah secara sukarela mengangkat senjata dan juga bekerja sebagai agen bayaran untuk ‘kekuatan asing’dengan mengumpulkan informasi intelijen di Yaman,” ISD mengatakan kepada media lokal.
Shanmugam menunjukkan bahwa sejak 2015, tujuh orang di bawah usia 20 tahun telah ditahan atau “diberi perintah pembatasan berdasarkan ISA”.*