Hidayatullah.com–Lebih dari 2 juta anak Yaman berusia di bawah 5 tahun diperkirakan akan mengalami malnutrisi akut pada tahun 2021, kata empat lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa hari Jumat (12/2/2021).
PBB melaporkan bahwa hampir satu dari enam anak tersebut — 400.000 dari 2,3 juta — berisiko mengalami kematian akibat malnutrisi parah tahun ini, naik signifikan dibanding estimasi tahun lalu, lansir Associated Press.
Laporan itu juga mengatakan bahwa kurangnya dana mengerambat program kemanusiaan di Yaman, sebab negara-negara donor gagal memenuhi komitmen mereka.
Menambah parah krisis itu, sekitar 1,2 juta wanita hamil atau menyusui di Yaman juga diperkirakan mengalami malnutrisi akut tahun ini.
“Angka-angka ini merupakan tangisan minta tolong lain dari Yaman, di mana pada setiap anak malmutrisi artinya ada satu keluarga yang berjuang untuk menyambung hidup,” kata David Beasley, direktur eksekutif World Food Program, yang mengeluarkan laporan tersebut bersama Food and Agriculture Organization, UNICEF serta World Health Organization (WHO).
“Krisis Di Yaman merupakan campuran beracun antara konflik, ambruknya perekonomian dan kurangnya pendanaan yang sangat parah,” papar Beasley. Pada tahun 2020, program kemanusiaan di Yaman hanya menerima $1,9 miliar dari $3,4 miliar yang dibutuhkan, kata laporan tersebut.
UNICEF memperkirakan di Yaman ada 12 juta anak yang membutuhkan bantuan, seperti makanan, layanan kesehatan, air bersih, pendidikan dan uang tunai bagi keluarga yang sangat miskin untuk menyambung hidupnya.
“Ada solusi untuk mengatasi kelaparan ini, yaitu makanan dan mengakhiri kekerasan yang terjadi,” kata Beasley.
Enam tahun terakhir rakyat Yaman mengalami pertumpahan darah, kehancuran dan bencana kemanusiaan. Pada tahun 2014, pasukan pemberontak Syiah Houthi dukungan Iran menduduki dan menguasai ibu kota Sana’a dan sebagian besar bagian utara wilayah Yaman. Pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi beberapa bulan kemudian melancarkan intervensi militer untuk mengembalikan kekuasaan pemerintah dukungan PBB. Namun, upaya Saudi menggempur pasukan Syiah Houthi yang dibekali persenjataan oleh rezim Teheran tidak membuahkan hasil.
Pekan lalu, pemerintahan Presiden Joe Biden mengatakan Amerika Serikat tidak lagi memberikan dukungan kepada pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi. Namun, mencapai perdamaian melalui meja perundingan sepertinya adalah jalan sulit.
Presiden Biden juga mencabut keputusan pemerintah Trump yang menyatakan militan Houthi sebagai organisasi teroris. Langkah Biden itu didukung oleh organisasi penyalur bantuan di Yaman, yang khawatir penetapan Houthi sebagai teroris hanya akan menggangu penyaluran makanan, bahan bakar minyak dan barang kebutuhan lain untuk kelangsungan hidup orang Yaman, negara termiskin di kawasan Timur Tengah.
“Anak-anak malnutrisi lebih rentan dibanding penyakit… Itu merupakan lingkaran setan yang sering kali mematikan, tetapi dengan intervensi yang relatif murah dan sederhana, banyak nyawa bisa diselamatkan,” kata Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.*