Hidayatullah.com — Seorang Muslimah berhijab nampak berbicara di konferensi pers Gedung Putih pada Rabu, memicu kehebohan diantara para pengguna sosial media yang menyebutnya sebagai simbolis, setelah bertahun-tahun Islamofobia yang dinormalisasi oleh pemerintahan sebelumnya.
Sameera Fazili, Wakil Direktur Dewan Ekonomi Nasional, berbicara kepada wartawan mewakili Presiden Joe Biden untuk menyampaikan kekurangan chip elektronik dan masalah rantai pasokan penting lainnya.
Fazili, lulusan Universitas Harvard dan Sekolah Hukum Yale, diangkat ke posisi penting itu oleh pemerintahan baru bulan lalu. Dewan Ekonomi Nasional menangani proses pembuatan kebijakan ekonomi dan memberikan saran kebijakan kepada presiden.
Pengguna media sosial menyambut baik penampilan pertama Fazili sebagai pejabat di pemerintahan Biden, dengan beberapa orang menafsirkan penampilan pejabat Muslim yang mengenakan jilbab sebagai simbol pergeseran dari Donald Trump yang anti-Muslim.
“Sebulan setelah Trump pergi dan kita menyaksikan seorang muslimah berhijab memberikan konferensi pers di Gedung Putih,” tulis Imraan Siddiqi, direktur eksekutif Dewan Hubungan Islam Amerika (CAIR) cabang Washington. “Para Islamofobia menangis,” tambahnya.
Dilansir Al Araby pada Senin (01/03/2021), Shahed Amanullah, seorang Muslim pengusaha teknologi yang menjabat sebagai penasihat senior di Departemen Dalam Negeri Amerika antara 2011 dan 2014, mengungkapkan sentiment serupa.
Dia menyebut tampilnya Fazili, putri imigran Kashmir, menunjukkan “seberapa jauh yang kita telah capai hanya dalam sebulan – dari ketidakmampuan dan pengecualian hingga kecerdasan dan inklusi.”
Aymaan Ismail, seorang jurnalis Muslim AS yang berfokus pada identitas dan agama, membandingkan penampilan Fazili dengan aktivis anti-Islam Brigette Gabriel, yang diundang ke Gedung Putih oleh Trump:
“Trump mengundang para Islamofobia seperti Brigette Gabrial ke Gedung Putih. Hari ini, saudari @sameerafazili menyampaikan konferensi pers. Betapa cepatnya hal-hal berubah”
Tak lama setelah menjabat pada tahun 2017, Trump memberlakukan “larangan perjalanan Muslim”, yang dibatalkan Biden dalam serangkaian perintah eksekutif bulan lalu.
Larangan itu adalah salah satu dari beberapa janji kampanye xenofobia yang dibuat oleh Trump, yang mencakup pembuatan registrasi Muslim dan pengawasan masjid.
Dia menuduh adanya ‘ancaman’ yang ditimbulkan oleh Muslim yang tinggal di Barat selama masa kepresidenannya, memicu kemarahan di antara supremasi kulit putih dan sayap kanan.*
Baca juga: Polisi AS Secara Kasar Paksa Seorang Pejabat Muslimah Melepas Hijab