Hidayatullah.com—Serbia telah mengirimkan 10.000 vaksin coronavirus ke negara tetangganya Bosnia and Herzegovina.
Hal itu dilakukan setelah terjadi keterlambatan pengiriman vaksin dari skema COVAX, yang pekan lalu memberikan kiriman vaksin pertamanya ke Afrika.
COVAX adalah skema distribution vaksin yang digagas oleh European Union, World Health Organization (WHO), Gavi, dan lainnya, yang dimaksudkan agar terjadi keadilan dalam pembagian vaksin di masa pandemi, termasuk pengiriman ke negara-negara miskin meskipun mereka tidak mampu membayar.
Sementara sejumlah negara kaya seperti Israel, inggris dan Amerika Serikat menimbun vaksin yang dibutuhkan untuk imunisasi warganya, negara miskin yang semata mengandalkan COVAX harus bersabar menunggu kiriman.
Bosnia mengancam akan menggugat program COVAX kecuali vaksin pesanannya tiba seperti jadwal yang disepakati. Bosnia meminta 1,2 juta dosis untuk disuntikkan ke sekitar sepertiga penduduknya.
Anggota dewan kepresidenan Bosnia yang multietnis hari Selasa (2/3/2021) mendiskusikan masalah pengiriman itu dengan Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, lapor Euronews.
Bosnia akan menandatangani apa yang digambarkan sebagai dokumentasi “tambahan” yang diminta produsen vaksin, menurut pernyataan yang dirilis usai video conference dengan WHO. Disebutkan bahwa Bosnia telah memenuhi persyaratan pengadaan tempat penyimpanan vaksin yang akan dikirim. Sebagaimana diketahui bahwa vaksin coronavirus yang dibuat oleh masing-masing produsen memiliki standar penyimpanan berbeda, misalnya suhu ruang pendingin yang harus sekian derajat di bawah nol.
Sebagai aksi solidaritas dari Serbia, Presider Aleksandar Vucic, terbang ke ibukota Bosnia, Sarajevo, untuk mengirimkan 10.000 vaksin buatan AstraZeneca kepada otoritas setempat. Jumlah itu cukup untuk disuntikkan ke 5.000 orang yang masing-masing harus mendapatkan dua kali suntikan.
Vucic menggambarkan langkah itu sebagai bentuk solidaritas dan menyeru agar dilakukan kerja sama yang lebih erat di kalangan negara Balkan.
“Kami mengharapkan vaksin dari Uni Eropa, tetapi kami tidak mendapatkannya,” kata Vucic.
“Kami akan berterima kasih kepada mereka apabila kami sudah menerima vaksin dari program COVAX,” imbuhnya.
Serbia sudah memulai inokulasi pada Januari, utamanya menggunakan vaksin China buatan Sinopharm, serta vaksin buatan Pfizer-BioNTech, Sputnik V dari Rusia dan AstraZeneca.
“Presiden Vucic menyodorkan tawaran kepada kami di saat mekanisme internasional gagal dan kami menerimanya,” kata Sefik Dzaferovic, anghota dewan kepresidenan Bosnia dari etnis Bosniak.
Perwakilan dari etnis Kroasia, Zeljko Komsic menambahkan bahwa bahkan meskipun satu saja dari 5.000 vaksin itu menyelamatkan satu nyawa, itu sudah berarti.
Baik Bosnia maupun Serbia sedang berusaha agar diterima memjadi anggota Uni Eropa. Pada.saat yang sama, Serbia dan orang-orang Serbia di Bosnia juga menjalin hubungan yang lebih erat dengan Rusia dan China.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Dr Seth Berkley dari aliansi vaksin GAVI hari Selasa mengakui ada sedikit masalah dalam proyek COVAX.
“Sejumlah jadwal luput,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa pada akhirnya nanti pasokan vaksin yang dibutuhkan akan tersedia.
Bulan lalu, GAVI mengumumkan renana pendistribusian 336 juta dosis vaksin buatan Oxford University/AstraZeneca — salah satu pilar program COVAX.
COVAX juga akan menerima 1,2 juta dosis vaksinyang dibuat dan didistribusikan oleh raksasa farmasi Amerika Serikat Pfizer dan mitranya asal Jerman BioNTech, yang sejauh ini sudah mengirimkan berjuta-juta dosis ke negara-negara kaya yang membelinya.
Berkley mengatakan vaksin Pfizer perlu kerja ekstra untuk penyimpanannya, sehingga proses pengiriman terkendala.
Vaksin buatan Pfizer-BioNTech harus disimpan dalam ruang penyimpanan bersuhu sangat-sangat dingin, sehingga sulit ketika harus dikirim ke negara atau daerah beriklim panas dan ke daerah pedesaan yang minim listrik.*