Hidayatullah.com—Negara-negara kaya, termasuk Inggris, memblokir proposal untuk membantu negara miskin meningkatkan kemampuan manufaktur vaksin mereka, demikian menurut dokumen yang dibocorkan kepada BBC Newsnight.
Sejumlah negara miskin telah meminta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) agar menolong mereka. Namun, negara-negara kaya menghalanginya sedemikian rupa sehingga negara miskin tidak dapat memproduksi vaksin untuk kebutuhannya sendiri. Begitu menurut salinan teks yang sedang digodok untuk sebuah resolusi WHO perihal isu tersebut yang diterima BBC.
Termasuk negara kaya yang menghalangi adalah Inggris, Amerika Serikat serta negara-negara Uni Eropa.
Banyak pakar mengatakan bahwa kesetaraan akses terhadap vaksin merupakan hal esensi untuk mencegah kasus dan kematian serta berkontribusi pada imunitas populasi global.
Akan tetapi, kemampuan global untuk memproduksi vaksin hanya sekitar sepertiga dari yang dibutuhkan, kata Ellen t’Hoen, seorang pakar kebijakan dan hukum kekayaan intelektual bidang obat-obatan, lansir BBC Sabtu (20/3/2021).
“Ini adalah vaksin-vaksin yang diproduksi di negara-negara kaya dan secara umum disimpan oleh negara-negara kaya itu,” kata Ellen t’Hoen.
“Negara-negara berkembang mengatakan kami perlu mendapatkan bagian dari kue pie itu, tidak hanya bagian berupa vaksin, tetapi juga bagian dari hak untuk memproduksi vaksin-vaksin ini,” imbuhnya.
Untuk dapat memproduksi vaksin diperlukan tidak hanya hak untuk memproduksi wujud vaksin itu (yang dilindungi oleh paten hak kekayaan intelektual), tetapi juga harus mengetahui bagaimana cara membuatnya, karena teknologinya bisa jadi sangat rumit.
WHO tidak memiliki kewenangan untuk meloncati soal paten. Organisasi itu hanya dapat menjembatani para pihak untuk mencari jalan agar produksi vaksin dapat ditingkatkan.
Dalam diskusi BBC Newsnight itu dibahas soal penggunaan ketentuan khusus dalam hukum internasional sehingga masalah paten dapat diatasi dan negara-negara yang membutuhkan bisa dibantu kemampuan teknisnya untuk memproduksi vaksin.
Akan tetapi kalangan pengusaha obat-obatan angkat suara, berdalih pengesampingan paten hanya akan menghambat upaya pengembangan vaksin Covid di masa depan dan penyakit-penyakit lain.
Awal bulan ini, perwakilan dari industri obat-obatan Amerika Serikat mengirim surat kepada Presiden Joe Biden untuk menyampaikan keresahan mereka.
“Mengeliminasi proteksi-proteksi itu (perlindungan hak paten) hanya akan memperlemah respon global terhadap pandemi,” tulis mereka, termasuk upaya untuk mengatasi varian virus baru.
Lebih lanjut mereka berdalih, apabila hak paten dikesampingkan maka akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap keselamatan vaksin, serta menciptakan rintangan terhadap pembagian informasi.
“Dan yang paling penting, mengeliminasi proteksi tidak akan mempercepat produksi,” imbuh mereka.
Sebagaimana diketahui untuk melakukan suatu proses produksi dibutuhkan modal uang. Dalam masalah ini industri farmasi tidak hanya mendulang uang dari penjualan obat atau vaksin, tetapi juga meraup untung banyak dari hak paten yang mereka pegang.
Anne Moore, seorang pakar imunologi vaksin, sepakat dengan kubu pengusaha farmasi.
“Dari waktu ke waktu kita lihat semakin sedikit organisasi dan perusahaan komersial yang menggarap bidang vaksin karena hanya sedikit imbal baliknya,” kata Moore.
Perusahaan-perusahaan obat menegaskan bahwa mereka juga menyumbangkan uangnya dan memberikan obat untuk membantu mengatasi pandemi.
Akan tetapi dalih-dalih pengusaha obat itu dibantah oleh kubu pendukung yang ingin negara miskin diberi kesempatan membuat vaksin sendiri.
Uang rakyat yang diberikan untuk dipakai dalam pengembangan vaksin dan obat Covid-19 sudah membengkak sekitar £90 miliar ($125 miliar), yang berarti masyarakat juga punya andil (saham) di dalamnya. Padahal, setelah obat atau vaksin memperoleh izin produksi dan bisa dipergunakan masyarakat maka uang hasil penjualannya masuk ke industri farmasi. Dan sudah menjadi rahasia umum harga obat dan vaksin bisa dimainkan sendiri oleh pihak pengusaha.
“Jelas sekali ada rencana jangka panjang untuk menaikkan harga vaksin begitu tahap paling genting dari pandemi ini berakhir. Jadi, itulah satu alasan lain mengapa negara-negara berkembang mengatakan kami perlu memperoleh kemampuan untuk memproduksi vaksin untuk kami sendiri,” tegas t’Hoen.*