Hidayatullah.com—Organisasi kemanusiaan asal Inggris Oxfam mengatakan pihaknya memberhentikan dua stafnya di Republik Demokratik Kongo menyusul tuduhan eksploitasi seksual dan perundungan.
Organisasi itu mengatakan pemberhentian itu merupakan bagian dari “investigasi eksternal” yang dilakukan sejak November tahun lalu terhadap sejumlah tuduhan, lansir BBC Jumat (2/4/2021).
Pernyataan Oxfam tersebut menyusul laporan yang dimuat koran Times yang menyebutkan bahwa whistleblowers merasa frustasi karena lamanya waktu yang diperlukan untuk menuntaskan penyelidikan tersebut.
Oxfam sebelum ini tersandung skandal berkaitan dengan para pekerja kemanusiaannya di Haiti pada 2018. Organisasi itu dituduh menutup-nutupi perilaku sejumlah stafnya yang berpesta seks dengan mengundang beberapa pelacur, yang sebagian dikabarkan di bawah umur. Staf Oxfam di Haiti tersebut bertugas menyalurkan bantuan menyusul gempa besar 2010 yang memporak-porandakan negara miskin itu.
Organisasi amal itu belum lama ini baru diperkenankan kembali mengajukan dana bantuan pemerintah, lapor Times.
Koran itu mengatakan sebuah surat setebal 10 halaman yang ditandatangani oleh lebih dari 20 staf dan bekas staf Oxfam telah dikirimkan ke pengurus pusat organisasi itu pada bulan Februari.
Surat itu menuding 11 orang yang bekerja untuk Oxfam terlibat eksploitasi seksual, perundungan, penipuan dan manipulasi, dan mengatakan bahwa orang-orang yang berusaha mengungkap masalah itu (whistleblowers) diancam nyawanya.
Sebagian kasus yang dilaporkan terjadi pada atau sejak 2015, dan surat itu mengatakan mereka yang menandatangani surat itu sudah kehilangan kepercayaan terhadap Oxfam.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Menanggapi masalah di RD Kongo, Oxfam mengatakan akan bekerja keras untuk menuntaskan penyelidikan kasus-kasus yang ada.
Dalam informasi yang ditulis di websitenya, Oxfam mengatakan sudah aktif di RD Kongi sejak 1961, dan saat ini sedang menggarap program pengadaan air bersih, sanitasi dan bantuan makanan darurat kepada sekitar 700.000 orang Kongo yang kehilangan tempat tinggal, pengungsi dan warga lokal di sekitar kamp pengungsian.*