Hidayatullah.com–Turki pada Selasa (06/04/2021) memanggil diplomat China karena cuitan kantor kedutaannya di Twitter. Kedutaan China di Turki dalam unggahan di Twitternya mengecam dua politisi Turki yang mengkritik tindakan keras Beijing terhadap Muslim Uighur di Xinjiang, lapor The New Arab.
Kedutaan Besar China mengatakan “dengan keras” mengutuk pemimpin salah satu partai Turki, Meral Aksener dan walikota Ankara Mansur Yavas karena memposting tweet yang memperingati konflik mematikan April 1990 antara pejuang Uighur dan pasukan pemerintah China.
Peristiwa tersebut diyakini diikuti dengan penangkapan massal Muslim Uighur, puluhan ribu di antaranya sejak itu mengungsi di Turki.
Aksener, yang merupakan bagian dari oposisi sayap kanan terhadap Presiden Recep Tayyip Erdogan, mentwit bahwa Turki “tidak akan tinggal diam terhadap penindasan”.
Turki akan berjuang untuk “kemerdekaan mutlak” dari republik Turkestan Timur yang memproklamirkan diri orang Uighur, ungkap Aksener.
Yavas, yang merupakan anggota terkemuka dari partai oposisi utama CHP, mentwit bahwa warga Turki “merasakan sakitnya pembantaian di Turkestan Timur seolah-olah terjadi hari ini”.
Dalam laporannya tentang kebuntuan tahun 1990, Amnesty International mengatakan “protes dan kerusuhan terhadap pemerintah komunis China, yang dilaporkan dipimpin oleh anggota kelompok Islam, mengakibatkan banyak kematian”.
Duta Besar China Liu Shaobin dipanggil oleh kementerian luar negeri Turki setelah kantornya mengatakan bahwa “pihak China berhak untuk menanggapi” komentar Aksener dan Yavas.
“China menentang setiap tantangan oleh individu atau kekuatan apa pun terhadap kedaulatan dan integritas teritorialnya,” cuit kedutaan China, menandai akun Twitter Aksener dan Yavas.
Kementerian luar negeri Turki menyampaikan “kegelisahan” Ankara atas cuitan kedutaan, kata laporan pers.
Kelompok hak asasi percaya setidaknya satu juta etnis Uighur dan sebagian besar minoritas Muslim lainnya telah ditahan di kamp-kamp yang tersebar di wilayah Xinjiang barat laut China.
Ikatan budaya Turki dengan Uighur telah menjadikannya tujuan favorit untuk menghindari penganiayaan di Xinjiang.
Tetapi banyak di antara 50.000 komunitas yang kuat menyatakan ketidaknyamanan atas ketergantungan Ankara yang semakin meningkat pada investasi China dan vaksin virus corona.
Bulan lalu, ratusan warga Uighur berunjuk rasa di Istanbul untuk memprotes kunjungan Menteri Luar Negeri China Wang Yi untuk pertemuan dengan Erdogan dan pejabat Turki di Ankara.*