Hidayatullah.com—Harga-harga komiditi di Sudan terus merangkat naik sejak pemerintah mengumumkan kasus pertama kematian akibat Covid-19 di negara itu pada 12 Maret dan menyatakan negara dalam keadaan darurat tak lama kemudian. Jauh sebelum wabah, rakyat Sudan sudah mengalami krisis perekonomian dan keuangan yang berakibat pada penggulingan Omar Al-Bashir dari kursi kepresidenan. Lockdown yang diterapkan di banyak negara di dunia berimbas pada kehidupan orang Sudan, bahkan sekedar untuk mendapatkan satu helai masker di pinggir jalan di ibu kota Khartoum bukanlah perkara yang mudah.
Penutupan perbatasan oleh banyak negara berarti barang impor semakin sulit diperoleh. Apotek-apotek di Khartoum banyak yang menempelkan tulisan “tidak ada masker”. Masker semakin langka dan semakin mahal harganya.
“Sebelum ini, masker bedah dijual 80 pound (1,3 euro) satu helai. Sekarang mereka menjualnya 200 pound (3,30 euro),” kata pemilik sebuah toko Haroun Ismail kepada RFI. Dia masih memiliki 10 helai masker untuk dijual.
Suplai barang sulit didapat bagi pedagang eceran seperti Ismail.
Ousmane Abdul Wahid mengalami kesulitan untuk mendapatkan suplai barang dagangannya. Biasanya dia kulakan di Omdurman, pasar terbesar di Sudan. Dia menjual masker pelindung, serta asesoris fesyen dan pakaian. Sembilan puluh persen barang dagangannya didatangkan dari China.
“Bandara ditutup, perbatasan-perbatasan ditutup. Saya tidak tahu bagaimana mendatangkan barang dagangan saya dari China,”ujarnya. “Saya hanya bisa menghabiskan apa yang saya punya di sini dan kemudian saya akan mencari pekerjaan lain.”
Ironisnya, lockdown yang dimaksudkan untuk mencegah penyakit semakin meluas justru membuat pengadaan barang kebutuhan medis juga semakin sulit. Enaam Dablouk, manajer pembelian barang keperluan medis di National Fund merasakan betul dampak lockdown.
“Di waktu normal saja sudah sulit, kami tidak memiliki cukup mata uang asing untuk membeli obat-obatan dan perlengkapan medis. Sekarang dengan krisis ini, barang yang kami butuhkan berlipat ganda,” kata Dablouk. “Penutupan perbatasan merupakan masalah besar karena kami berpacu dengan waktu untuk secepatnya mengimpor obat-obatan vital dan perlengkapan medis, terutama respirator artifisial.”
Wabah Covid-19 dan lockdown juga menimbulkan masalah di bidang bantuan intenasional. Menurut ekonom Hatim Said, pandemi global ini dapat mencabik-cabik harapan pemerintah Sudan.
“Saya kira rencana pemerintah untuk mendapatkan bantuan dari masyarakat internasional tidak akan terwujud, setidaknya dalam jangka pendek. Pasalnya, donor-donor potensial sekarang ini sedang berjuang untuk menyelamatkan kelangsungan hidup mereka sendiri,” kata Said seperti dikutip RFI Jumat (3/4/2020).
Namun, di tengah krisis senantiasa ada kabar baik. Ekspor barang-barang dasar Sudan seperti sereal, hewan ternak hidup, gom arab, masih berlanjut.*