Hidayatullah.com—Seorang komandan kelompok pemberontak Liberia dijatuhi hukuman penjara 20 tahun di Swiss dalam dakwaan pemerkosaan, pembunuhan dan tindakan kanibalisme.
Dilansir Reuters, kasus itu merupakan kejahatan perang pertama yang pernah diproses di pengadilan Swiss dan merupakan kasus kejahatan perang di Afrika pertama yang pernah diproses di pengadilan Barat.
Terdakwa kasus tersebut adalah Alieu Kosiah, 46, yang dikenal dengan julukan “bluff boy” dinkalangan anggota faksi pemberontak Ulimo yang melawan tentara pemerintahan Presiden Charles Taylor Di era 1990-an.
Kosiah dikenai 25 dakwaan dan divonis bersalah atas semua dakwaan kecuali 4 di antaranya, menurut dokumen pengadilan Swiss.
Kosiah ditangkap pada 2014 di Swiss, di mana dia tinggal dengan status pemukim tetap. Sebuah undang-undang Swiss 2011 membolehkan kejahatan serius yang dilakukan di mana saja digugat atau diproses di pengadilan Swiss berdasarkan prinsip yuridiksi universal.
Kosiah membantah semua dakwaan dan mengatakan bahwa dirinya masih di bawah umur ketika direkrut menjadi anggota kelompok bersenjata dan terseret ke dalam konflik. Dia divonis bebas dalam dakwaan percobaan pembunuhan seorang warga sipil, membantu pembunuhan seorang warga sipil, dan tuduhan memerintahkan penjarahan dan rekrutmen serdadu anak.
Dalam sebuah pernyataan yang dikirim lewat email, pengadilan Swiss menjelaskan vonis 20 tahun penjara merupakan hukuman maksimal yang bisa diberikan berdasarkan UU di Swiss. Selain hukuman kurungan, Kosiah diharuskan membayar kompensasi kepada 7 orang penggugat. Hukumannya dipotong 2.413 hari masa tahanan, lansir Reuters.
Human Rights Watch menyebut keputusan pengadilan hari Jumat (18/6/2021) tersebut sebagai “landmark”.
“Usaha Swiss dalam kasus ini diharapkan akan memobilisasi akuntabilitas yang lebih luas atas kejahatan yang terjadi di Liberia dan menunjukkan bahwa kejahatan-kejahatan itu dapat diadili,” kata Elise Kepple, associate director HRW untuk bidang peradilan internasional.
Liberia selama ini mengabaikan seruan agar kejahatan kemanusiaan yang terjadi selama masa konflik bersenjata 1989-2003 diproses hukum. Selama konflik itu ribuan anak dipaksa menjadi tentara dalam peperangan antarkelompok etnis.
“Vonis ini akan menjadi efek jera bagi pihak-pihak lain di berbagai belahan dunia,” kata Dan Sayeh, seorang pegiat masyarakat sipil Liberia.
Jefferson Knight, seorang aktivis lain di Liberia, berharap vonis itu akan mendorong pemerintah membentuk sebuah unit kejahatan perang, sebagai mana direkomendasikan oleh komite kebenaran dan rekonsiliasi beberapa tahun silam.
Charles Taylor pada tahun 2012 sudah dijatuhi hukuman dalam kasus kejahatan perang, tetapi hanya untuk yang terjadi di negara tetangga Sierra Leone. Putranya, Chuckie, pada 2009 dijatuhi hukuman dalam dakwaan kasus penyiksaan di Liberia oleh pengadilan di Amerika Serikat.*