Hidayatullah.com—Tinggi air sungai Parana, terpanjang kedua di Amerika Selatan setelah Amazon, saat ini berada pada titik terendah sejak 1944.
Sungai itu kunci untuk jalur perjalanan laut komersial dan penangkapan ikan, serta juga menyediakan air minum bagi 40 juta orang.
Tingkat air telah turun sangat rendah akibat kekeringan sehingga mata pencaharian nelayan terancam.
Para pemerhati lingkungan khawatir kekeringan diperparah oleh deforestasi dan perubahan iklim.
Brazil Selatan, tempat sumber air Parana berada, mengalami curah hujan di bawah rata-rata selama tiga tahun. Akibatnya, laju aliran Parana turun dari rata-rata 17.000 meter kubik per detik menjadi hanya 6.200.
Debit air yang rendah menimbulkan masalah bagi produksi listrik, di mana pembangkit tenaga air di Parana hanya berjalan 50%.
Pada hari Rabu (1/9/2021), Wakil Presiden Brasil Hamilton Mourão memperingatkan bahwa kekeringan juga dapat menyebabkan rasionalisasi listrik di Brazil.
Masalah ini juga menghambat pengangkutan barang dengan kapal yang tidak dapat memuat penuh guna menghindari risiko kandas.
Parana adalah jalur air utama untuk pengangkutan bahan kebutuhan pokok dan situasi ini memaksa para eksportir untuk mempertimbangkan untuk menggunakan jalur darat.
Peramal cuaca mengatakan kekeringan bisa berlangsung hingga 2022.
Parana membentang 4.880 km dan mengalir ke arah selatan dari bagian tenggara Brazil melalui Paraguay and Argentina. Aliran air itu bertemu dengan sungai-sungai Paraguay and Uruguay sehingga membentuk Cekungan Río de la Plata.
“Parana adalah lahan basah sosio-produktif terbesar, paling beragam dan paling penting di Argentina,” kata ahli geologi Carlos Ramonell mengatakan kepada kantor berita AFP.*