Hidayatullah.com–Ilmuwan Prancis Luc Montagnier, peraih Nobel Kedokteran salah satu penemu virus HIV penyebab AIDS, telah meninggal dunia dalam usia 89 tahun. Demikian diumumkan hari Kamis (10/2/2/22) oleh wali kota di pinggiran Paris di mana dia dirawat di rumah sakit.
Montagnier wafat pada hari Selasa di American Hospital di Neuilly-sur-Seine arah barat laut dari pusat kota Paris, kata wali kota Jean-Christophe Fromantin kepada AFP.
Fromantin mengatakan bahwa dia memiliki akta kematian Montagnier.
Montagnier berbagi anugerah Nobel dalam bidang fisiologi atau kedokteran tahun 2008 dengan rekannya Francoise Barre-Sinoussi atas temuan human immunodeficiency virus (HIV), penyebab AIDS.
Namun, dia disisihkan dari komunitas keilmuan setelah mengatakan bahwa pandemi Covid-19 disebabkan coronavirus yang dimodifikasi di laboratorium dan bahwa vaksinasi di masa pandemi tidak efektif dan justru akan memicu kemunculan varian-varian dari virus tersebut.
Laporan kematian Montagnier sudah sempat beredar di media sosial, tetapi AFP baru bisa memperoleh konfirmasi 24 jam kemudian.
Kelangkaan informasi yang tidak biasa seputar kematian sosok orang terkemuka ini mencerminkan situasi Montagnier di komunitas keilmuan belakangan ini.
Ilmuwan unggul yang pernah menjadi kebanggaan Prancis itu kehilangan dukungan dari banyak sejawat karena sikapnya yang tidak sama dengan mereka.
“Hari ini kami memuji peran penting Luc Montagnier dalam penemuan HIV,” kata asosiasi anti-AIDS, Aides.
“Ini adalah langkah maju yang mendasar, tetapi yang sayangnya diikuti oleh beberapa tahun di mana dia menjauh dari sains, sebuah fakta yang tidak dapat kita sembunyikan,” kata Aides.
Montagnier membuat temuan penting terkait HIV di awal era 1980-an, ketika kasus-kasus AIDS mulai meluas dan peluang hidup penderitanya sangat kecil.
Hasil temuannya meletakkan dasar untuk pengobatan AIDS, yang diluncurkan 15 tahun kemudian, yang memungkinkan pasien untuk hidup hampir normal meskipun sakit.
Temuannya itu kemudian disusul dengan perselisihan panjang antara Montagnier dan tim peneliti Amerika Serikat Robert Gallo perihal siapa yang berjasa atau lebih penting hasil temuannya. Akhirnya mereka sepakat bahwa peneliti Prancis itu berhasil mengisolasi virus, sementara peneliti Amerika yang berjasa menemukan keterkaitan langsung virus itu dengan AIDS.
Montagnier kemudian menghadapi kontoversi lain ketika dia mempertahankan teori “memori air” yang dianggap berperan penting dalam terapi homeopati. Teori “water memory” banyak ditentang kalangan ilmuwan.
Ketika dia mengutarakan sikapnya yang menentang vaksinasi Covid-19 di masa pandemi karena tidak efektif, dia nyaris tidak mendapatkan sokongan dari sesama ilmuwan. Terlebih ketika masalah vaksinasi masuk ke ranah politik.
“Dia terseret ke dalam kubangan lumpur meskipun dia benar tentang Covid,” kata Florian Philippot, politisi Prancis dari aliran kanan-jauh, tentang Montagnier di Twitter.
Ahli virologi terkemuka Didier Raoult, yang juga Disisihkan karena pandangan tentang perawatan Covid-19, memuji “orisinalitas” dan “independensi” Montagnier.
Presiden Prancis Emmanuel Macron – yang mengancam akan mempidanakan para penentang vaksinasi Covid-19 – hanya memuji “kontribusi besar” Montagnier dalam memerangi HIV/AIDS, dan mengucapkan belasungkawa.
Menteri Riset Frederique Vidal, yang mengaku “sangat terpukul” atas kepergian Montagnier dan mengutarakan belasungkawa untuk keluarganya.*