Hidayatullah.com– Seorang pria imigran asal China melepaskan tembakan ke sekelompok orang Taiwan yang sedang berkumpul di dalam sebuah gereja di negara bagian California, Amerika Serikat, dalam serangan yang tampaknya bermotif kebencian rasial.
Hari Senin (16/5/2022), pihak berwenang menetapkan warga Las Vegas bernama David Chou sebagai pelaku penembakan hari Ahad di gereja Geneva Presbyterian di Irvine, selatan California.
Departemen Shariff wilayah Orange County menjerat tersangka berusia 68 tahun itu dengan satu tuduhan pembunuhan dan lima tuduhan percobaan pembunuhan. Dia saat ini dikurung dalam tahanan dengan uang jaminan pembebasan $1 juta.
Penembakan di Irvine, sekitar 50 mil ke arah selatan dari Los Angeles, terjadi setelah seorang mahasiswa kulit putih berusia 18 tahun pada hari Sabtu melakukan aksi serupa di sebuah supermarket di kawasan dominan kulit hitam di Buffalo, New York, yang menewaskan sepuluh orang dan melukai beberapa lainnya.
Don Barnes, sheriff Orange County, mengatakan motif penembakan itu adalah dendam Chou terhadap komunitas Taiwan.
Barnes mengatakan Chou pergi ke gereja itu, di mana dia bukan jemaat rutin, mengunci pintu dan kemudian mulai melepaskan tembakan. Dia juga meletakkan empat perangkat mirip bom molotov di dalam gereja, kata sheriff. Chou secara sah membeli dua pistol 9mm yang digunakan dalam serangan itu di Las Vegas, kata Stephen Galloway, pejabat asisten agen khusus ATF Los Angeles.
Jerry Chen, 72, anggota lama gereja itu, mengatakan dia baru saja melangkah ke dapur gereja ketika mendengar suara tembakan dan teriakan orang ramai. Mengintip di sudut, dia melihat orang-orang berlarian dan bersembunyi di bawah meja.
Sekitar 40 orang sedang berkumpul di aula persekutuan untuk makan siang setelah kebaktian pagi, guna menyambut mantan pembimbing mereka Pastor Billy Chang, kata Chen, yang sudah bekerja di gereja selama 20 tahun. Chang, anggota komunitas yang dicintai dan dihormati, pindah kembali ke Taiwan dua tahun lalu, kata Chen, seraya menambahkan bahwa ini adalah pertama kalinya dia kembali ke AS.
“Semua orang baru saja selesai makan siang,” katanya. “Mereka berfoto dengan Pendeta Chang. Saya baru saja selesai makan siang lalu pergi ke dapur.”
Kemudian dia mendengar suara tembakan dan berlari ke tempat parkir.
“Saya tahu ada yang menembak,” katanya. “Saya sangat, sangat takut. Saya berlari keluar dari pintu dapur untuk menelepon 911.” kata Chen, yang mengaku tegang sehingga tidak sanggup memberikan alamat gereja dan terpaksa bertanya kepada orang lain.
Teman sesama jemaat mengatakan kepada Chen bahwa ketika pelaku berhenti untuk mengisi ulang senjatanya, Pendeta Cheng memukul kepalanya dengan kursi. Yang lain dengan cepat bergerak untuk mengambil pistol pelaku, lalu meringkus dan mengikatnya, kata Chen.
Sebagian besar jemaat gereja itu adalah imigran Taiwan berusia tua dan berpendidikan tinggi, kata Chen. “Kami kebanyakan pensiunan dan usia rata-rata di gereja kami adalah 80 tahun,” katanya.
Semua yang terluka dalam penembakan itu adalah warga senior dan empat di antaranya menderita luka tembak kritis. Mereka yang terluka termasuk empat pria Asia, usia 66, 75, 82 dan 92, serta seorang wanita Asia berusia 86 tahun, kata departemen sheriff.
Mayoritas dari mereka yang berada di dalam gereja pada saat kejadian diyakini adalah keturunan Taiwan, kata Carrie Braun, juru bicara sheriff.
Meskipun berhasil memukul kepala pelaku dengan kursi, Pendeta John Cheng, 52, tewas akibat terkena tembakan dalam peristiwa itu, kata pihak berwenang dalam konferensi pers Senin. Cheng meninggalkan seorang istri dan dua anak.
Kalau saja para jemaat tidak bergerak melumpuhkan pelaku, korban kemungkinan akan lebih banyak, kata pihak berwenang.
Barnes mengatakan Chou sudah menjadi warga negara Amerika Serikat dan telah tinggal selama bertahun-tahun di AS. Tidak jelas berapa lama Chou sebelumnya tinggal di Taiwan.
Keluarga Chou termasuk di antara banyak orang yang tampaknya dipindahkan secara paksa dari China ke Taiwan oleh pemerintah Beijing setelah tahun 1948, kata kepala kejaksaan Orange County Todd Spitzer. Kebencian Chou terhadap pulau itu, yang diduga didokumentasikan dalam catatan tulisan tangan yang ditemukan pihak berwenang, sepertinya dimulai ketika dia merasa tidak diperlakukan dengan baik selama tinggal di Taiwan.
Sebagaimana diketahui, pemerintah Beijing bersikeras mengklaim Pulau Formosa (Taiwan) merupakan bagian dari wilayahnya, sementara sebagian besar masyarakat pulau itu ingin melepaskan diri dari China. Sejak itu pula muncul ketidaksukaan di kalangan orang China terhadap orang Taiwan dan sebaliknya.
Seorang bekas tetangga, Balmore Orellana, mengatakan kehidupan Chou hancur setelah istrinya meninggalkannya. Chou dulunya orang yang menyenangkan, yang pernah memiliki sebuah bangunan apartemen di Las Vegas tempatnya tinggal sampai bulan Februari, lapor Associated Press.
Catatan menunjukkan empat unit properti itu dijual Oktober lalu dengan harga sedikit lebih dari $500.000. Orellana mengatakan istri Chou menggunakan uang hasil penjualan itu untuk pindah ke Taiwan.
Sebelum Orellana pindah ke apartemen itu lima tahun silam, Chou telah mengalami cedera kepala dan cedera serius lainnya akibat serangan oleh penyewa. Baru-baru ini kesehatan mentalnya menurun, dan musim panas lalu sebuah peluru menembus masuk apartemen Orellana setelah sebuah pistol ditembakkan dari dalam apartemen Chou. Beruntung tidak ada yang terluka dalam peristiwa itu, kata Orellana.
Laguna Woods, di mana aksi penembakan massal itu terjadi, dibangun pertama kali sebagai perkampungan manula, yang kemudian berkembang menjadi sebuah kota. Lebih dari 80% kota berpenduduk 18.000 jiwa itu berusia setidaknya 65 tahun.
Penembakan itu terjadi di daerah di mana terdapat sejumlah rumah ibadah, termasuk gereja Katolik, Lutheran dan Metodis serta sinagoga Yahudi.*