Hidayatullah.com—Setelah tampil di konferensi internasional di Kazan, Russia, Mantan Ketua Umum Muhammadiyah Prof. Din Syamsuddin kembali menghadiri Doha International Interfaith Conference, 24-25 Mei 2022, di Qatar. Ketua Umum MUI tampil membawakan paparan tentang ujaran kebencian yang mewabah menjadi sampah peradaban di berbagai belahan dunia.
Even antaragama tersebut berlangsung setiap tahun sejak 2010, hanya sempat terhenti dua tahun terakhir karena pandemi Covid-19, dan kini digelar kembali. Hadir pada konperensi kali ini 500 tokoh berbagai agama, akademisi, dan pencipta perdamaian dunia, dari berbagai negara dunia.
Pada pertemuan ke-12 tahun ini, pembahasan utamanya bertemakan Religion and Hate Speech: Scripture and Practices (Agama dan Ujaran Kebencian: Kitab Suci dan Praktek). Isu ujaran kebencian diangkat karena telah menjadi masalah global yang menciptakan ketegangan bahkan konflik baik antaragama maupun antarbangsa.
Din Syamsuddin tampil pada sesi tentang faktor dan akibat ujaran kebencian. “Ujaran kebencian bertentangan dengan ajaran agama mana pun. Misalnya dalam Islam, “ kata mantan Ketuan Dewan Pertimbangan MUI ini.
“Seorang Muslim dianjurkan untuk hanya mengatakan ucapan yang baik, atau lebih baik diam, “tambahnya.
Menurutnya, ujaran kebencian kini memenuhi jagad manusia, baik dalam bentuk fobia terhadap sesuatu agama. Misalnya kejadian Islamofobia, atau dalam bentuk labelisasi terhadap sesuatu kelompok.
Ujaran kebencian, tegasnya, merupakan sumber malapetaka peradaban. “Para pelakunya tak lagi hanyalah kaum perusak,” tegasnya.
Ujaran kebencian, menurut Guru Besar FISIP UIN Jakarta ini, sesunggguhnya lahir dari rasa ketakutan atau inferioritas terhadap kelompok lain. “Maka, sejatinya ujaran kebencian, apapun bentuknya, merupakan sikap irrasional yang hanya dilakukan oleh orang-orang pengecut yang tidak bertanggung jawab.”
Din mengajak, sudah waktunya umat manusia yang cinta kebenaran dan kedamaian untuk bangkit bersama melawan kelompok pengecut ini. Segala upaya harus digerakkan untuk menghadapi kaum penakut yang bahkan sampai tingkat paranoid ini.
Menurut Din, termasuk di dalam kelompok ini para buzzer, baik yang bekerja karena kebodohan maupun yang menjadikannya sebagai mata pencaharian. Terhadap mereka, kata Ketua Majelis Permusyawaratan Partai (MPP) Partai Pelita ini, cukup disambut dengan tertawa sambil didoakan utk mendapat hidayah Ilahi.
“Sementara itu, terhadap mereka yang sudah keterlaluan memang pantas diadukan ke pihak kepolisian untuk diproses hukum,” pungkasnya. Sebab, hanya cara ini solusi yang bisa diharapkan dapat mengatasi mereka, tambahnya.*