Hidayatullah.com—Syeikhul Azhar, Syeikh Ahmad Al-Thayyip mengatakan, dialog Timur-Barat harus dikembangkan. Praduga, sentimen, dan kebencian antar kedua pihak harus segera dihahiri.
Tema ini menjadi inti pidato Syeikh Ahmad Al-Thayyip pada penutupan Forum Bahrain untuk Dialog pada 4 November di Al-Fida’ Square Istana Kerajaan Sakhir di ibu kota Bahrain Manama. Penutupan yang mengambil tempat di pinggir pantai, Syaikh Al-Azhar menyampaikan pidato bernas, dan mencerahkan.
Sementara Paus Fransiskus memperingatkan bahwa dunia berada di tepi “jurang yang curam” yang diterpa oleh “angin perang”. Pria Argentina berusia 85 tahun itu mengecam “blok lawan” Timur dan Barat, hingga kebuntuan atas invasi Rusia ke Ukraina.
“Kami terus menemukan diri kami di ambang jurang yang rapuh dan kami tidak ingin jatuh,” katanya kepada hadirin termasuk raja Bahrain dan Syeikh Ahmad al-Thayyip.
Dialog yang digelar tanggal 3-4 Nopember 2022 ditutup Raja Bahrain Hamad bin Isa al-Khalifa, Grand Syeikh Al-Azhar Prof. Dr. Ahmad Muhammad Al-Tayyib, dan Paus Fransiscus. Ketiganya menekankan penting persaudaraan kemanusiaan yang mengejawantah dalam kerja sama kemanusiaan (al-ta’ayusy al-insani).
Forum Dialog Bahrai itu diikuti 300 tokoh lintas agama, akademisi, dan penentu kebijakan. Dari Indonesia hadir Prof. Dr. Quraish Shihab (mantan Menteri Agama), TGB Dr. Zainul Majdi (Ketua Ikatan Alumni Al-Azhar Indonesia), dan Prof. Dr. M. Din Syamsuddin (Ketua Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations/CDCC dan World Peace Forum).
Persyaratan Dialog
Sementara wakil dari Indonesia, Prof. Dr Din Syamsuddin menyampaikan kesepakatan penuh terhadap pandangan Syeikh Al-Azhar tersebut. Namun, menurut Guru Besar Politik Islam Global FISIP UIN Jakarta ini, ada prasyarat bagi terwujudnya dialog itu.
Prasyarat itu antara lain pertama perlu adanya kesetaraan bahwa kedua pihak setara, bukan antara pihak superior dan pihak inferior. “Selama ini Barat memposisikan diri sebagai pihak superior yang memandang Timur secara minor. Hal inilah yang menyebabkan adanya ketakadilan global dewasa ini,” ujarnya.
Selain itu, kedua pihak harus merasa saling membutuhkan. “Timur membutuhkan Barat dengan kemajuan ilmu dan teknologi, dan Barat membutuhkan Timur dengan khazanah nilai moral dan kekayaan sumber daya alam,” ujarnya dalam pernyataan yang diterima redaksi hidayatullah.com.
Ketiga, menurut Din, perlu segera menghentikan sikap fobia dan kecenderungan untuk mendeskreditkan pihak lain. Forum Dialog Bahrain menambah banyaknya prakarsa positif bagi terwujudnya perdamaian dunia dewasa ini.
Sementara itu, menjelang Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Solo, dialog serupa juga akan diselenggarakan. Acara bertajuk The 8th World Peace Forum (Forum Perdamaian Dunia ke-8), akan digelar dengan dihadiri 150 tokoh dari sekitar 30 negara, baik tokoh agama, akademisi, dan pencipta perdamaian lainnya.
Forum Perdamaian Dunia ini adalah kegiatan dwitahunan sejak 2006, diselenggarakan oleh CDCC, dan Chengho Multiculture Education Trust. Tuan Rumah dialog kari ini adalah Universitas Muhammadiyah Surakarta.*