Hidayatullah.com — Penduduk pinggiran kota Paris merasa dimanfaatkan sebagai propaganda untuk rancangan undang-undang (RUU) “separatisme” yang diajukan di parlemen Prancis. Berbicara kepada Anadolu Agency, penduduk Trappes mengatakan mereka terganggu oleh tuduhan media Prancis bahwa mereka “separatis.”
Seorang pelajar dari SMA La Plaine-de-Neauphle yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan tuduhan seorang guru filsafat, Didier Lemaire, bahwa dia diancam oleh siswa Muslim tidak mencerminkan kebenaran.
“Di sini tidak ada kehidupan yang seperti yang disebutkan. Umat Kristen dan Muslim hidup bersama dengan damai,” jelas pelajar itu, dia dan teman-temannya khawatir tuduhan ini akan mempengaruhi pendidikan mereka. “Kami takut nantinya kami ditolak oleh universitas yang kami inginkan hanya karena kami dari Trappes,” tambahnya.
Zerdy Zoulika, seorang pemilik restoran di Trappes, juga mengeluhkan pemberitaan media Prancis dan politisi yang menggunakan wilayah mereka sebagai alat propaganda. Zoulika merasa heran mengapa guru itu membuat kebohongan yang membuat murka penduduk Trappes.
“Kami hidup di sini sesuai dengan nilai-nilai dunia seperti orang lain. Jujur saja, Saya tidak melihat masalah di wilayah ini seperti yang dituduhkan.” Dia mengatakan para penduduk ingin media Prancis dan politisi agar tidak mengganggu komune Trappes.
“Kami tinggal di tepian kota Prancis yang biasa. Kami semua warga negara Prancis. Rasa hormat merupakan hal yang memungkinkan penduduk suatu negara untuk tinggal bersama,” katanya. Penganut Buddha, Muslim, Kristen dan atheis hidup berdampingan di Trappes dan saling menghormati.
Verstraeten Sylvie, yang telah tinggal di Trappes selama 32 tahun bersama anak dan cucunya, juga tidak setuju dengan tuduhan Lemaire. “Masalah di sini tidak berbeda dengan kota-kota lain di Prancis,” katanya kepada Anadolu Agency.
Sylvie mengatakan tidak semua Muslim harus diperlakukan sebagai teroris hanya karena beberapa orang yang tinggal di Trappes pergi ke Suriah dan bergabung dengan organisasi teroris ISIS. Beberapa politisi mengatakan ‘Trappes penuh dengan jamaah Arab.’ Ya benar. Tapi benar juga ada orang Latin-Prancis yang pergi ke gereja di sini. Ada juga sinagog. Orang-orang juga pergi ke sana,” kata Sylvie.
Sementara, Wali Kota Trappes, Ali Rabeh, mengaku pihaknya telah menerima banyak ancaman menyusul tuduhan Lemaire itu.
Tahun lalu, Presiden Prancis Emmanuel Macron memperkenalkan RUU berbau islamfobia pada tahun lalu untuk memerangi “separatisme Islamis.” Namun, usulan ini dikritik karena menargetkan masyarakat Muslim dan mengekang hampir setiap aspek kehidupan mereka.
Ada banyak yang yang sangat jelas isinya menarget kaum Muslim. Misalnya; RUU ini mengatur intervensi atas masjid dan asosiasi yang bertanggung jawab atas administrasi mereka, serta mengontrol keuangan asosiasi dan organisasi non-pemerintah milik Muslim.
Selain itu, RUU juga akan membatasi pilihan pendidikan masyarakat Muslim dengan mencegah keluarga Muslim memberikan pendidikan rumah kepada anak-anak mereka. RUU juga melarang pasien memilih dokter berdasarkan jenis kelamin karena alasan agama atau alasan lain dan mewajibkan “pendidikan sekularisme” bagi semua pejabat publik.*