Hidayatullah.com– Kementerian Luar Negeri Prancis, hari Rabu (25/1/2023), mengkonfirmasi bahwa pasukan Prancis akan angkat ransel meninggalkan Burkina Faso dalam waktu sebulan menyusul permintaan dari pemerintah negara di Afrika Barat tersebut.
Burkina Faso mengakhiri kesepakatan militer yang memungkinkan pasukan Prancis untuk memerangi kelompok-kelompok bersenjata Muslim di wilayahnya.
“Hari Selasa, 24 Januari, kami menerima secara resmi kecaman publik yang disampaikan oleh pemerintah Burkina, berkenaan dengan kesepakatan 2018 tentang status kehadiran pasukan Prancis di negara ini,” kata Kementerian Luar Negeri Prancis, seperti dilansir DW.
Menurut ketentuan yang tercantum dalam kesepakatan, terminasi akan berlaku satu bulan setelah penerimaan pemberitahuan tertulis. Kami akan menghormati kesepakatan ini dengan memenuhi permintaan ini,” imbuhnya.
Kantor berita Prancis AFP melaporkan bahwa pasukan Prancis akan meninggalkan Burkina Faso pada akhir Februari, tetapi perlengkapan mereka akan diambil kemudian pada akhir April.
Sekitar 400 anggota pasukan khusus Prancis dikerahkan di Burkina Faso dalam misi yang diberi nama “Operation Sabre“, yang diformalkan pada 2018.
Beberapa waktu belakangan, kemarahan masyarakat akan keberadaan pasukan Prancis semakin menguat di sejumlah negara Afrika Barat seperti Burkina Faso dan di tetangga Mali. Tentara bekas negara penjajah itu dianggap tidak mampu menghadapi kelompok-kelompok bersenjata yang banyak menimbulkan gangguan keamanan.
Prancis tahun lalu menarik pasukannya dari negara itu setelah junta di Bamako membuat kesepakatan dengan perusahaan tentara bayaran Rusia Wagner Group untuk menyokong pasukannya dalam menghadapi kelompok-kelompok bersenjata.
Pemerintah Burkina Faso memastikan Prancis bahwa pihaknya tidak akan berpaling kepada Wagner.
Namun, kabarnya perwakilan dari perusahaan jasa keamanan itu sudah datang mengunjungi pemerintah Burkina.*