Fenomena Balik Islam di Filipina bagian utara membuat sebagian pihak bertanya-tanya, apa yang menyebabkan mereka tertarik masuk Islam?
Ada beberapa sebab dan cara mereka masuk Islam. Beberapa di antaranya sebagai berikut:
Bersyahadat di Timur Tengah
Namanya Arlan Asilum Lelis. Lahir di Masbate, kepulauan Visayas, 52 tahun silam. Ia menempuh pendidikan dasar hingga setingkat SMA di kampung kelahiran.
Setelah lulus SMA, Arlan bekerja di sebuah perusahaan minuman di Manila. Kemudian pada tahun 2009 berangkat ke Arab Saudi, menjadi sopir truk, pernah pula menjadi sopir pribadi sebuah keluarga di Riyadh.
Suatu hari, adiknya yang juga bekerja di Riyadh diajak rihlah oleh majikannya. Pulangnya membawa buku Dialog Ketuhanan Kristen dan Islam. Adiknya lantas bercerita, “Kak, ternyata selama ini kita menyembah Tuhan yang salah.”
“Salah bagaimana?” Arlan penasaran.
“Yesus itu utusan Tuhan, bukan Tuhan, jadi mestinya tidak disembah.”
“Kata siapa?”
“Kata buku ini.”
Arlan lalu membaca buku itu selama beberapa hari. Akhirnya ia memahami bahwa Yesus yang dianggap sebagai Tuhan adalah sebuah kekeliruan.
“Selama ini saya sendiri kurang mendapat penjelasan kenapa Yesus diposisikan sebagai Tuhan. Jadi, konsep ketuhanan dalam Islam lebih clear (jelas). Mata dan pikiran saya menjadi terbuka,” kenangnya.
Tanpa ragu, Arlan mengajak adiknya untuk memeluk agama Islam. Ia bersyahadat di Batha Islamic Center Riyadh. Namanya diganti menjadi Sabar Abdul Jalil.

Mendakwahi Keluarga
Sabar Abdul Jalil kemudian mengabarkan status Muslimnya kepada keluarga di Filipina. Termasuk kepada sang istri, Epefania Bonggot. Setelah kerap diskusi via telepon sekitar 6 pekan, istrinya pun ikut bersyahadat.
Pada tahun 2013, Sabar kembali ke Filipina. Pengalamannya sebagai sopir di Arab Saudi mendorongnya untuk membeli bus. Ia sopiri sendiri bus itu. “Di bodi bus saya tulisi ‘Allahu akbar’,” ujarnya tertawa, menandakan dirinya begitu pede dengan agamanya.
Lama-lama, bus itu kerap rusak dan harus gonti-ganti onderdil. Biaya operasionalnya tinggi. Apa boleh buat, bus akhirnya dijual. “Selanjutnya saya full berdakwah,” ujarnya.
Hal yang mendorongnya terjun berdakwah adalah memikirkan keluarga besarnya yang masih non-Muslim. Ia ingin agar keluarga dan orang-orang sekitarnya juga merasakan indahnya Islam.
Awalnya sempat ragu, sebab pengetahuannya tentang Islam masih amat terbatas. Bagaimana mau menjelaskan tentang Islam?
“Rasanya sangat grogi. Bahkan saya sulit mengucapkan apa yang saya maksudkan haha… Tetapi ya tetap harus disampaikan, sebab inilah agama yang akan menyelamatkan diri dan keluarga,” ujarnya meyakinkan diri.
Alhamdulillah, mungkin karena bahasanya sederhana, rupanya malah mudah difahami oleh lawan bicara yang juga belum faham tentang Islam. Padahal Sabar cuma menyampaikan tentang apa itu Islam, siapa itu Muslim, dan beberapa ayat al-Qur’an yang dihafalnya.
“Saya tanya ke keluarga, apakah faham tentang apa yang saya jelaskan? Ternyata dia mengerti dan kemudian menyatakan ingin masuk Islam.”
Pengalaman itu sangat mengesankan. Sejak saat itu, Sabar bersemangat untuk berdakwah. Juga membaca buku-buku tentang Islam untuk menambah pemahamannya.
Bahkan tak lama kemudian, Sabar bersama teman-teman Balik Islam berani mengadakan simposium tentang Islam di daerah Tondo, Manila.
“Saat itu saya menyampaikan beberapa ayat al-Qur’an tentang Nabi Isa yang mampu saya hafalkan. Misalnya ayat dalam Surat al-Ma’idah, Surat Maryam, dan lainnya. Saya jelaskan bahwa itu bukan kata-kata saya, namun kata-kata Allah SWT, Tuhan, yang telah menunjukkan kebenaran sehingga saya bersyahadat. Adapun orang-orang yang meyakini bahwa Isa adalah Tuhan, maka sesungguhnya mereka tersesat,” jelasnya.
Atas izin Allah SWT, dalam acara itu banyak yang kemudian bersyahadat.
Rumah Jadi Masjid
Setelah keluarga besarnya masuk Islam, Sabar bertanya, “Kalian mau masuk surga sama-sama sekeluarga besar atau sendiri-sendiri?”
Semua terdiam, sebab mungkin belum tahu apa maksud dari pertanyaan itu.
Sabar melanjutkan, “Kalau mau sendiri-sendiri, kita jual saja tanah warisan orangtua, kita bagi-bagi hasilnya, silakan terserah masing-masing mau dipakai apa. Tapi kalau mau masuk surga sama-sama, kita jadikan rumah ini sebagai masjid.”
Seluruh anggota keluarga ternyata setuju jika rumah dan tanah warisan orangtuanya jadi masjid.
Di tempat inilah sekarang keluarga besar Sabar tinggal. Namanya Masjid Islam the Original Religion of Mankind (IORM). Tempat ini sekaligus menjadi markas dakwahnya.
“Kami harus mendampingi terus saudara-saudara Balik Islam. Tentu hal ini tidak bisa dilakukan sendirian, harus ada sinergi dengan banyak pihak. Itulah sebabnya perlu ada lembaga. Alhamdulillah lembaga ini sudah memiliki legalitas (Sabar menunjukkan sertifikat legal formal lembaganya –red). Jadi, apa yang kami lakukan ini berada dalam perlindungan pemerintah,” bebernya.
Di Masjid IORM saat ini Sabar dan kawan-kawan membina anak-anak yatim dari keluarga mualaf. Mereka dididik agama secara intensif, misalnya belajar ngaji semacam TPQ, juga hafalan al-Qur’an.
Kisah lebih lengkap tentang kiprah dakwah Ustadz Sabar Abdul Jalil bisa dibaca di Majalah Suara Hidayatullah edisi Maret 2025.* (bersambung)