Hidayatullah.com– Pengadilan di Singapura telah mengeksekusi seorang terpidana penyelundup narkoba asal Malaysia yang diketahui ber-IQ rendah.
Eksekusi Nagaenthran Dharmalingam dikonfirmasi saudara perempuannya kepada BBC.
Nagaenthran menunggu waktu eksekusi selama lebih dari satu dekade dalam bui karena berusaha membawa masuk sekitar tiga sendok makan heroin ke Singapura.
Kasusnya menjadi sangat kontroversial karena setelah diperiksa ia dinilai oleh seorang ahli medis memiliki IQ hanya 69 – tingkat kecerdasan yang tergolong cacat intelektual.
Namun, pemerintah Singapura bersikeras mengatakan dia “jelas memahami apa yang dilakukannya”.
Pengadilan pada hari Selasa (26/4/2022) menolak upaya banding terakhir oleh ibunya, menegaskan bahwa Nagaenthran telah diberikan “proses hukum sesuai dengan hukum”.
Di akhir persidangan hari Selasa, Nagaenthran dan keluarganya berjumpa melalui celah di layar kaca untuk menggenggam tangan satu sama lain dengan erat sambil menangis, menurut laporan Reuters. Teriakan “ma” Dharmalingam bisa terdengar di ruang sidang.
Dalam pernyataan sebelumnya, pemerintah mengatakan mereka mendapati Nagaenthran masih dapat menilai suatu perbuatan itu benar atau salah, termasuk apa yang telah dilakukannya.
Pada 2009, Nagaenthran tertangkap ketika sedang menyeberang ke Singapura dari Malaysia dengan heroin seberat 43 gram diikatkan di paha kirinya.
Menurut hukum di Singapura, mereka yang tertangkap membawa lebih dari 15 gram heroin akan dikenakan hukuman mati.
Dalam persidangan, pria berusia 34 tahun itu awalnya mengatakan dia dipaksa membawa narkoba itu, tetapi kemudian mengatakan dia melakukannya karena membutuhkan uang.
Pengadilan mengatakan pembelaan awalnya hanya “dibuat-buat”. Nagaenthranu akhirnya dijatuhi hukuman mati dengan cara digantung.
Tahun 2015, dia mengajukan banding agar hukumannya diringankan menjadi penjara seumur hidup atas dasar bahwa dia menderita cacat intelektual.
Pada akhirnya, pengadilan menyatakan bahwa dia tidak cacat intelektual. Upaya untuk mendapatkan grasi presiden juga ditolak tahun lalu.
Kasus itu mendapat perhatian dan simpati yang tidak biasa, termasuk dari miliarder Inggris Richard Branson dan aktor Stephen Fry, yang menentang hukuman mati dan meminta pemerintah Singapura untuk membebaskan Nagaenthran.*